Selasa, 14 Oktober 2014

REFLEKS SPINAL PADA KATAK







UNSOED







Oleh :
                                                        Nama                            : Ikhwan Mulyadi
                                                        NIM                               : B1J012187
                                                        Rombongan               : V
                                                        Kelompok                   : 2
Asisten                        : Anisa Rahmawati








LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II






KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I.      PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang
Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana untuk menjelaskan penghantaran impuls oleh saraf.Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor.
Gerak refleks merupakan gerakan yang dilakukan tanpa sadar dan merupakan respon segera setelah adanya rangsang. Gerak refleks akan berhubungan dengan saraf-saraf yang ada dalam tubuh. Secara normal seseorang pasti akan mengalami gerak reflkes, jika tidak,maka seseorang itu mengalami gangguan pada sistem sarafnya. Jadi jika orang tidak mengalami gerak refleks karena adanya rangsang yang tiba-tiba, maka  pada tubuh terjadi patologis pada sistem sarafnya. Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk.
Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai (berurutan) antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot dan kelenjar. Sistem saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan.
Saraf merupakan hal yang penting dalam tubuh karena merupakan pusat koordinasi kegiatan tubuh. Sel saraf menurut jenis rangsangannya meliputi sel saraf (sel ganglion) dan serabut saraf (neurit) atau akson. neuron terdiri dari gerigi yang disebut dendrite dan alat penghubung disebut neuron. Neurit atau akson merupakan bagian utama serabut saraf, yang disebut sumbu torak, dan bagian tengah disebut benang saraf.
Sistem saraf memiliki dua macam gerakan, yaitu gerakan yang didasari dan gerakan refleks. Gerak refleks merupakan respon otomatis yang sederhana terhadap suatu rangsangan yang hanya melibatkan beberapa neuron yang semuanya dihubungkan dengan tingkat yang sama dalam sistem saraf pusat. Sejumlah gerakan refleks melibatkan hubungan antara banyak interneuron dalam sumsum tulang belakang. Sumsum tulang belakang tidak hanya berfungsi dalam menyalurkan impuls dari dan ke otak tetapi juga berperan penting dalam memadukan gerak refleks (Villee et al., 1988).
Refleks merupakan sebagian kecil dari perilaku hewan tingkat tinggi, tetapi memegang peranan penting dalam perilaku hewan tingkat tinggi. Refleks biasanya menghasilkan respon jika bagian distal sumsum tulang belakang memiliki bagian yang lengkap dan mengisolasi ke bagian pusat yang lebih tinggi. Tetapi kekuatan dan jangka waktu menunjukan keadaan sifat involuntari yang meningkat bersama dengan waktu (Madhusoodanan, 2007).

1.2. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui terjadinya refleks spinal pada katak.





















II.      MATERI DAN CARA KERJA
2.1.   Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bak preparat, pinset, jarum, tisu, sarung tangan dan gunting.
Bahan-bahan yang digunakan adalah katak sawah (Fejervarya cancrivora) dan larutan asam sulfat 1%.

2.2.   Cara Kerja
Cara kerja yang digunakan  adalah:
  1. Otak katak dirusak dengan menggunakan jarum preparat.
  2. Refleks katak diamati seperti pembalikan tubuh, penarikan kaki depan dan belakang kemudian dicelupkan kakinya kedalam larutan H2SO4 1%.
  3. Bagian medulla spinalis dirusak dari mulai ¼, ½, ¾ , dan semua bagiannya lalu amati kembali refleks yang terjadi pada katak.
  4. Hasil percobaan dicatat.

















III.  HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1.   Hasil
Tabel 3.1. Pengamatan gerak reflek spinal pada katak
No
Perlakuan
Respon
Pembalikan tubuh
Penarikan kaki depan
Penarikan kaki belakang
Pencelupan dalam H2SO4
1
Perusakan otak
+
+
+
+
2
Perusakan ¼ medulla spinal
-
+
+
+
3
Perusakan ½ medulla spinal
-
+
+
+
4
Perusakan ¾ medulla spinal
-
-
-
+
5
Perusakan total medulla spinal
-
-
-
-

Keterangan:  (+) terjadi reaksi
                      (-) tidak terjadi reaksi



















3.2. Pembahasan
Sistem syaraf adalah suatu sistem penyampaian impuls yang diterima oleh reseptor dan dikirim ke pusat syaraf untuk ditanggapi. Sistem syaraf terdiri dari sistem syaraf pusat dan syaraf perifer. Aktifitas sistem syaraf memerlukan kerja sama dari beberapa sel, antara lain dalam mekanisme gerak sensori dan reseptor. Rangkaian dari stimulus dalam sebuah situasi diaplikasikan ke dalam suatu gerak. Sistem syaraf pusat terdiri atas otak dan dan batang spinal otak merupakan ujung anterior lubang neural yang membesar. Otak bekerja sama sebagai suatu rangkaian untuk memerima impuls (Goenarso, 1989).
Sistem syaraf dapat dibagi dalam suatu sistem syaraf perifer dan syaraf pusat. Sistem syaraf perifer mengumpulkan informasi dari permukaan tubuh, dari organ-organ khusus dan dari isi perut, kemudian menghantarkan sinyal-sinyal ke sistem syaraf pusat. Sistem syaraf juga memiliki saluran yang membawa sinyal ke organ-organ efektor ke dalam tubuh (Bevelender, 1988). Sistem syaraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan yang dapat melaksanakan fungsinya dengan baik. Syaraf itu sendiri terdiri dari beberapa bagian dengan fungsinya masing-masing yaitu, dendrit, inti sel syaraf, badan sel, akson, selubung myelin, nodus ranvier, sinaps (Hadikastowo, 1982).
Syaraf berfungsi dengan mekanisme depolarisasi dan repolarisasi. Kedua mekanisme tersebut berkaitan dengan transportsi ion menembus membran (transmembran). Pada hewan tingkat tinggi komunikasi intrasel yang kompleks dan amat cepat ditengahi oleh impuls-impuls syaraf. Neuron-neuron (sel-sel saraf) secara elektrik menghantarkan sinyal (implus) melalui bagian syaraf yang memanjang (sekitar 1 mm pada hewan berukuran besar). Impuls tersebut berupa gelombang-gelombang berjalan yang berbentuk arus-arus ion. Transmisi sinyal antara neuron-neuron dan antara neuron otot seringkali dimediasi secara kimiawi oleh neurotransmitter (penghantar impuls saraf) (Gunawan, 2002).
Menurut Frandson (1992) refleks adalah suatu respon organ efektor (otot atau kelenjar) yang bersifat otomatis atau tanpa sadar terhadap suatu stimulus tertentu. Respon tersebut melibatkan suatu rangkai yang terdiri atas sekurang-kurangnya dua neuron, membentuk satu busur refleks. Dua neuron paling penting dalam suatu busur refleks adalah neuron afferent sensoris atau penghubung (interneuron) yang terletak antara neuron reseptor dan neuron efektor. Refleks spinal merupakan refleks rentang yang digambarkan dengan refleks pemukulan ligamentum partela, sehingga menyebabkan otot terentang.
Gambar 3.1 Sistem syaraf
Sel syaraf secara elektrik menghantarkan sinyal (implus) melalui bagian syaraf yang memanjang. Implus tersebut berupa gelombang-gelombang berjalan yang berbentuk arus ion-ion. Transmisi sinyal antara neuron-neuron dan antara neuron otot seringkali dimediasi secara kimiawi oleh neurotransmitter (Gunawan, 2002). Menurut Gordon (1977), jaringan saraf merupakan jaringan komunikasi yang terdiri dari jaringan sel-sel khusus dan dibedakan menjadi dua,Sel neuron dan sel Neorog.
Mekanisme gerak reflek secara sederhana menurut Kimball (1988), adalah sebagai berikut :
Stimulus                          reseptor                           neuro afferen         

          Respon               efektor                     neuro efferen                     medulla
Stimulus pada gerak refleks yang diberikan akan diterima reseptor. Reseptor merupakan jaringan saraf yang khusus untuk menerima perubahan lingkungan yang berupa tenaga dan biasanya disebut rangsang. Setelah rangsang diterima akan diubah menjadi potensial aksi sehingga dikenal sebagai generator potensial. Neuron afferen ini impulsnya akan menuju ke sistem saraf pusat, oleh karena itu menggunakan spinal katak jadi disini refleks yang sentrumnya di medulla spinalis dinamakan refleks spinal atau refleks sederhana (Gordon, 1977). Menurut Kimball (1988), refleks spinal pada katak dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yang berupa reseptor rangsangan. Reseptor rangsangan tersebut dapat berupa reseptor gaya mekanis, reseptor terhadap cahaya, dan reseptor terhadap zat kimia.
Menurut Knikou Maria (2008), tendon organ Golgi adalah sel yang peka terhadap rangsangan sensitip kekuatan yang menjawab ke otot aktif dan pasif tunjangan kekuatan pada tendinous otot simpang tiga meletakkan secara urut dengan serat otot. Saraf dari tendon organ Golgi kebanyakan tergugah oleh isi otot dan berpartisipasi di jalan kecil neuronal yang menghalangi motoneurons memproyeksikan ke synergists dan memudahkan motoneurons memproyeksikan ke penentang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi refleks spinal yaitu sebagai berikut:
1.       Ada tidaknya stimulus
a.      Rangsangan dari luar misalnya temperatur, kelembaban, sinar matahari, tekanan, zat-zat yang terkandung dan lain sebagainya.
b.    Rangsangan dari dalam misalnya dari makanan, oksigen, air, dan lain   sebagainya.
2.       Berfungsinya sumsum tulang belakang.
Sumsum tulang belakang mempunyai dua fungsi yang penting yaitu untuk mengatur implus dari dan ke otak dan sebagai pusat refleks, dengan adanya sumsum tulang belakang maka pasangan saraf spinal dan kranial menghubungkan tiap reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi respon, apabila sumsum tulang belakang telah rusak total maka tidak ada lagi efektor yang menunjukan respon terhadap stimulus atau rangsang.
3.       Terjadinya interkoneksi dari satu sisi korda spinalis ke sisi lain.
Adanya refleks spinal katak  berupa respon dengan menarik kaki  belakang saat  perusakan sumsum  tulang  belakang disebabkan  karena masih terjadi inter- koneksi dari satu sisi korda spinalis ke sisi yang lain (Ville et al., 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi refleks spinal salah satunya adalah harus ada stimulus atau rangsangan, khususnya rangsangan dari luar, seperti derivate temperature, kelembaban, sinar, tekanan, bahan atau zat kimia dan sebagainya.beberapa rangsangan langsung beeaksi pada sel atau jaringan, tetapi kebanyakan hewan-hewan mempunyai reseptor yang special untuk organ yang mempunyai kepekaan. Pada refleks spinal, somafosensori dimasukkan dalam urat spinal sampai pada bagian dorsal. Sensori yang masuk dari kumpulan reseptor yang berbeda memberikan pengaruh pada saraf spinal, sehingga terjadi refleks spinal (Gordon, 1977).
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya refleks spinal adalah masih berfungsinya sumsum tulang belakang. Sumsum tulang belakang mempunyai dua fungsi penting yaitu mengatur impuls dari dan ke otak dan sebagai pusat refleks.dengana adanya sumsum tulang belakang, pasangan saraf spinal; dan cranial akan menghubungkan tiap reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi respon. Apabila sumsum tulang belakangnya telah rusak total maka tali-tali spinal sebagai jalur syaraf akan rusak dan tidak ada lagi yang menunjukkan respon terhadap stimulus (ville, 1992). Faktor lain yang mempengaruhi refleks spinal menurut Subowo (1992) yaitu adanya refleks spinal dari katak berupa respon dengan menarik kaki depan atau kaki belakang saat perusakan sumsum tulang belakang disebabkan karena masih terjadi interkoneksi dari satu sisi korda spinalis ke sisi yang lain.
Praktikum refleks spinal pada katak diperoleh hasil yaitu katak masih dapat memberikan respon gerak refleks pada perlakuan pembalikan tubuh, penarikan ekstrimitas anterior, penarikan ektrimitas posterior, dan pencelupan kaki ke dalam larutan asam sulfat (H2SO4) setelah bagian otaknya dirusak. Perusakan selanjutnya adalah ¼ dan 1/2 bagian dari sumsum tulang belakang atau medulla spinalis, hasil yang diperoleh adalah katak tidak membeikan respon gerak refleks pada perlakuan pembalikan tubuh, tetapi masih memberikan respon terhadap penarikan ekstrimitas anterior, ekstrimitas posterior dan pencelupan kaki ke dalam larutan asam sulfat (H2SO4) walaupun respon yang diberikan cukup lemah. Perusakan ¾ bagian dari medulla spinalis diperoleh hasil yaitu katak tersebut masih member respon ketika dicelupkan ke dalam larutan asam sulfat (H2SO4), dan pada perusakan total medulla spinalis katak sudah tidak mampu memberikan respon pada setiap perlakuan yang diberikan.
Hasil dari percobaan tersebut sesuai dengan pernyataan Djuhanda (1982) yang menyatakan bahwa perusakan otak tidak berakibat langsung terhadap respon gerak refleks yang diberikan oleh suatu hewan, ketika otak dirusak serabut-serabut saraf penghubung yang berada di sumsum tulang belakang masih terhubung sehingga masih dapat menghantarkan impuls untuk memberikan respon dari perlakuan yang diberikan. Gerak refleks merupakan respons sel saraf motorik, sensorik, interneuron, efektor, dan organ-organ sensor secara cepat dalam waktu bersamaan. Gerak refleks berada di dalam jalur saraf tepi di bawah kendali sistem saraf somatik yang bekerja dalam kondisi tak sadar. Jalur penghantaran impuls pada gerak refleks dipersingkat sehingga tidak perlu ada regulasi dari sistem saraf di otak.
Menurut Djuhanda (1982), bahwa sumsum tulang belakang daerah dada yang dirusak dengan menusukan jarum ¾ sumsum tulang belakang atau columna vertebralis, maka refleks pada kaki depan sudah tidak ada lagi, begitu pula kaki belakang. Hal ini dikarenakan kerusakan neuron motorik atas atau dimana otot sebenarnya bukan lumpuh tetapi lemah dan kehilangan kontrol, disamping itu sudah tidak adanya hubungan antara interneuron dengan sumsum tulang belakang. kemudian juga sudah tidak ada refleks pembalikan badan, namun masih ada syaraf terhadap rangsang asam sulfat yang dinamakan refleks melarikan diri. Perusakan total sumsum tulang belakang berakibat respon negatif terhadap semua perlakuan yang diuji, baik itu respon pembalikan badan, respon kaki depan, respon kaki belakang ataupun respon terhadap larutan H2SO4. Hal ini terjadi karena refleks spinal sudah tidak ada lagi. Menurut Djuhanda (1982) bahwa apabila seluruh sumsum tulang belakang dirusak, maka seluruh system syaraf yang menyebabkan refleks spinal akan kehilangan respon, sebab tonus otot sudah tidak ada lagi dan tubuh hewan (katak) menggantung lemah.
Pearce (1989) menyatakan bahwa sumsum tulang belakang merupakan pusat gerak refleks, sehingga semakin tinggi tingkat perusakan sumsum tulang belakang maka semakin lemah respon yang diberikan. Hal ini yang akan menyebabkan refleks pembalikkan tubuh, penarikkan kaki depan dan kaki belakang serta pencelupan ke dalam larutan H2SO4 makin melemah seiring dengan tingkat perusakan. Fungsi dari larutan H2SO4 itu sendiri adalah untuk mempercepat rangsang saraf spinal. Perusakan tulang belakang juga merusak tali spinal sebagai jalur syaraf, namun dengan adanya respon refleks yang sederhana dapat terjadi melalui aksi tunggal dari tali spinal meskipun adanya perusakkan sumsum tulang belakang.












IV.  KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum acara refleks spinal pada katak dapat disimpulkan :
1.       Sistem syaraf adalah suatu sistem penyampaian implus yang diterima oleh reseptor dan dikirim ke pusat syaraf untuk ditanggapi.
2.       Faktor yang mempengaruhi terjadinya refleks adalah masih berfungsinya sumsum tulang belakang.
3.       Refleks adalah suatu respon organ elektron (otot atau kelenjar) yang bersifat otomatis atau tanpa sadar terhadap suatu stimulus tertentu.



















DAFTAR REFERENSI
Bevelender, G. 1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga, Jakarta.
Djuhanda, T.  1988.  Anatomi Perbandingan Vertebrata II.  Armico, Bandung.
Frandson, F. D.  1992.  Anatomi dan Fisiologi Ternak.  UGM Press, Yogyakarta.

Goenarso. 1989. Fisiologi Hewan. Pusat antar Universitas Bidang Ilmu Hayati. ITB, Bandung.
Gordon, M.S. 1977. Animal Physiology. Mc Millan Publisher Co. Ltd, New York.
Gunawan, Adi, M. S. 2002. Mekanisme Penghantaran dalam Neuron (Neurotransmisi). Integral, vol. 7 no. 1.
Hadikastowo.  1982.  Zoologi Umum.  Alumni, Bandung.
Kimball, J.W. 1988. Biologi edisi kelima. Erlangga, Jakarta.
Knikou Maria. 2008. The H-Reflex as a Probe: Pathways and Pitfalls. Journal of Neuroscience Methods. (171) : 1-21.
Madhusoodanan, M. G. P. 2007. Continence Issues in the Patient with Neurotrauma. Senior Consultant Surgery, Armed Forces Medical Services ‘M’ Block, Ministry of Defence, DHQ, New Delhi. Indian Journal of Neurotrauma (IJNT) 2007, Vol. 4(2): 75-78.
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta.
Subowo. 1992. Histologi Umum. ITB Press, Bandung.
Ville, C. A., W. F Walker, R. D Barnes.  1988.  Zoologi Umum.  Erlangga, Jakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar