REFLEKS SPINAL PADA
KATAK
Oleh :
Nama : Ikhwan
Mulyadi
NIM : B1J012187
Rombongan : V
Kelompok : 2
Asisten : Anisa
Rahmawati
LAPORAN
PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gerak merupakan pola koordinasi yang sangat sederhana untuk
menjelaskan penghantaran impuls oleh saraf.Gerak pada umumnya terjadi secara
sadar, namun, ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks.
Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf
sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil
olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah
yang harus dilaksanakan oleh efektor.
Gerak refleks merupakan gerakan yang dilakukan tanpa sadar dan
merupakan respon segera setelah adanya rangsang. Gerak refleks akan berhubungan
dengan saraf-saraf yang ada dalam tubuh. Secara normal seseorang pasti akan
mengalami gerak reflkes, jika tidak,maka seseorang itu mengalami gangguan pada
sistem sarafnya. Jadi jika orang tidak mengalami gerak refleks karena adanya
rangsang yang tiba-tiba, maka pada tubuh terjadi patologis pada sistem
sarafnya. Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara
otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat
dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari
terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip, bersin, atau batuk.
Sistem saraf tersusun oleh berjuta-juta sel saraf yang mempunyai
bentuk bervariasi. Sistem ini meliputi sistem saraf pusat dan sistem saraf
tepi. Dalam kegiatannya, saraf mempunyai hubungan kerja seperti mata rantai
(berurutan) antara reseptor dan efektor. Reseptor adalah satu atau sekelompok
sel saraf dan sel lainnya yang berfungsi mengenali rangsangan tertentu yang
berasal dari luar atau dari dalam tubuh. Efektor adalah sel atau organ yang
menghasilkan tanggapan terhadap rangsangan. Contohnya otot dan kelenjar. Sistem
saraf terdiri dari jutaan sel saraf (neuron). Fungsi sel saraf adalah
mengirimkan pesan (impuls) yang berupa rangsang atau tanggapan.
Saraf merupakan hal yang penting dalam tubuh karena merupakan
pusat koordinasi kegiatan tubuh. Sel saraf menurut jenis rangsangannya meliputi
sel saraf (sel ganglion) dan serabut saraf (neurit) atau akson. neuron terdiri
dari gerigi yang disebut dendrite dan alat penghubung disebut neuron. Neurit
atau akson merupakan bagian utama serabut saraf, yang disebut sumbu torak, dan
bagian tengah disebut benang saraf.
Sistem saraf memiliki dua macam gerakan, yaitu gerakan yang
didasari dan gerakan refleks. Gerak refleks merupakan respon otomatis yang
sederhana terhadap suatu rangsangan yang hanya melibatkan beberapa neuron yang
semuanya dihubungkan dengan tingkat yang sama dalam sistem saraf pusat.
Sejumlah gerakan refleks melibatkan hubungan antara banyak interneuron dalam
sumsum tulang belakang. Sumsum tulang belakang tidak hanya berfungsi dalam
menyalurkan impuls dari dan ke otak tetapi juga berperan penting dalam
memadukan gerak refleks (Villee et al., 1988).
Refleks merupakan sebagian kecil dari perilaku hewan tingkat tinggi,
tetapi memegang peranan penting dalam perilaku hewan tingkat tinggi. Refleks
biasanya menghasilkan respon jika bagian distal sumsum tulang belakang memiliki
bagian yang lengkap dan mengisolasi ke bagian pusat yang lebih tinggi. Tetapi
kekuatan dan jangka waktu menunjukan keadaan sifat involuntari yang meningkat
bersama dengan waktu (Madhusoodanan,
2007).
1.2. Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui terjadinya refleks
spinal pada katak.
II.
MATERI DAN
CARA KERJA
2.1. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini
adalah bak preparat, pinset, jarum, tisu, sarung tangan dan
gunting.
Bahan-bahan yang digunakan adalah katak sawah (Fejervarya cancrivora) dan larutan asam sulfat 1%.
2.2. Cara
Kerja
Cara kerja yang digunakan adalah:
- Otak katak dirusak dengan menggunakan
jarum preparat.
- Refleks katak diamati seperti pembalikan tubuh,
penarikan kaki depan dan belakang kemudian dicelupkan kakinya kedalam
larutan H2SO4 1%.
- Bagian medulla spinalis dirusak dari mulai ¼, ½, ¾ ,
dan semua bagiannya lalu amati kembali refleks yang terjadi pada katak.
- Hasil percobaan dicatat.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
Tabel 3.1. Pengamatan
gerak reflek spinal pada katak
No
|
Perlakuan
|
Respon
|
|||
Pembalikan tubuh
|
Penarikan kaki depan
|
Penarikan kaki belakang
|
Pencelupan dalam H2SO4
|
||
1
|
Perusakan otak
|
+
|
+
|
+
|
+
|
2
|
Perusakan ¼ medulla spinal
|
-
|
+
|
+
|
+
|
3
|
Perusakan ½ medulla spinal
|
-
|
+
|
+
|
+
|
4
|
Perusakan ¾ medulla spinal
|
-
|
-
|
-
|
+
|
5
|
Perusakan total medulla spinal
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Keterangan: (+) terjadi reaksi
(-) tidak terjadi reaksi
3.2. Pembahasan
Sistem syaraf adalah suatu sistem penyampaian impuls yang diterima
oleh reseptor dan dikirim ke pusat syaraf untuk ditanggapi. Sistem syaraf terdiri dari sistem syaraf pusat dan syaraf perifer.
Aktifitas sistem syaraf memerlukan kerja sama dari beberapa sel, antara lain
dalam mekanisme gerak sensori dan reseptor. Rangkaian dari stimulus dalam sebuah situasi diaplikasikan ke dalam suatu
gerak. Sistem syaraf pusat terdiri atas otak dan dan batang spinal otak
merupakan ujung anterior lubang neural yang membesar. Otak bekerja sama sebagai
suatu rangkaian untuk memerima impuls (Goenarso, 1989).
Sistem syaraf dapat dibagi dalam suatu sistem syaraf perifer dan
syaraf pusat. Sistem syaraf perifer mengumpulkan informasi dari permukaan
tubuh, dari organ-organ khusus dan dari isi perut, kemudian menghantarkan
sinyal-sinyal ke sistem syaraf pusat. Sistem syaraf juga memiliki saluran yang
membawa sinyal ke organ-organ efektor ke dalam tubuh (Bevelender, 1988). Sistem
syaraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan yang dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik. Syaraf itu sendiri terdiri dari beberapa
bagian dengan fungsinya masing-masing yaitu, dendrit, inti sel syaraf, badan
sel, akson, selubung myelin, nodus ranvier, sinaps (Hadikastowo, 1982).
Syaraf berfungsi dengan mekanisme depolarisasi dan repolarisasi. Kedua
mekanisme tersebut berkaitan dengan transportsi ion menembus membran (transmembran).
Pada hewan tingkat tinggi komunikasi intrasel yang kompleks dan amat cepat
ditengahi oleh impuls-impuls syaraf. Neuron-neuron (sel-sel saraf) secara
elektrik menghantarkan sinyal (implus) melalui bagian syaraf yang memanjang
(sekitar 1 mm pada hewan berukuran besar). Impuls tersebut berupa
gelombang-gelombang berjalan yang berbentuk arus-arus ion. Transmisi sinyal
antara neuron-neuron dan antara neuron otot seringkali dimediasi secara kimiawi
oleh neurotransmitter (penghantar impuls saraf) (Gunawan, 2002).
Menurut Frandson (1992) refleks adalah suatu respon organ efektor (otot
atau kelenjar) yang bersifat otomatis atau tanpa sadar terhadap suatu stimulus
tertentu. Respon tersebut melibatkan suatu rangkai yang terdiri atas
sekurang-kurangnya dua neuron, membentuk satu busur refleks. Dua neuron paling
penting dalam suatu busur refleks adalah neuron afferent sensoris atau
penghubung (interneuron) yang terletak antara neuron reseptor dan neuron
efektor. Refleks spinal merupakan refleks rentang yang digambarkan dengan
refleks pemukulan ligamentum partela, sehingga menyebabkan otot terentang.
Gambar 3.1 Sistem syaraf
Sel syaraf secara elektrik menghantarkan sinyal (implus) melalui
bagian syaraf yang memanjang. Implus tersebut berupa gelombang-gelombang
berjalan yang berbentuk arus ion-ion. Transmisi sinyal antara neuron-neuron dan
antara neuron otot seringkali dimediasi secara kimiawi oleh neurotransmitter
(Gunawan, 2002). Menurut Gordon
(1977), jaringan saraf merupakan jaringan komunikasi yang terdiri dari jaringan
sel-sel khusus dan dibedakan menjadi dua,Sel neuron dan sel Neorog.
Mekanisme gerak reflek secara sederhana menurut Kimball (1988), adalah sebagai berikut :
Stimulus reseptor neuro afferen
Respon efektor
neuro efferen medulla
Stimulus pada gerak refleks yang diberikan akan diterima reseptor.
Reseptor merupakan jaringan saraf yang khusus untuk menerima perubahan
lingkungan yang berupa tenaga dan biasanya disebut rangsang. Setelah rangsang
diterima akan diubah menjadi potensial aksi sehingga dikenal sebagai generator
potensial. Neuron afferen ini impulsnya akan menuju ke sistem saraf pusat, oleh
karena itu menggunakan spinal katak jadi disini refleks yang sentrumnya di
medulla spinalis dinamakan refleks spinal atau refleks sederhana (Gordon,
1977). Menurut Kimball (1988), refleks spinal pada katak dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal yang berupa reseptor rangsangan. Reseptor rangsangan tersebut
dapat berupa reseptor gaya mekanis, reseptor terhadap cahaya, dan reseptor
terhadap zat kimia.
Menurut
Knikou Maria (2008), tendon organ Golgi adalah sel yang peka terhadap
rangsangan sensitip kekuatan yang menjawab ke otot aktif dan pasif tunjangan
kekuatan pada tendinous otot simpang tiga meletakkan secara urut dengan serat
otot. Saraf dari tendon organ Golgi kebanyakan tergugah oleh isi otot dan
berpartisipasi di jalan kecil neuronal yang menghalangi motoneurons memproyeksikan
ke synergists dan memudahkan motoneurons memproyeksikan ke penentang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi refleks spinal yaitu sebagai berikut:
1.
Ada tidaknya stimulus
a.
Rangsangan dari luar
misalnya temperatur, kelembaban, sinar matahari, tekanan, zat-zat yang
terkandung dan lain sebagainya.
b. Rangsangan dari dalam misalnya dari makanan, oksigen, air, dan lain sebagainya.
2.
Berfungsinya sumsum
tulang belakang.
Sumsum tulang belakang mempunyai dua fungsi yang penting yaitu untuk
mengatur implus dari dan ke otak dan sebagai pusat refleks, dengan adanya
sumsum tulang belakang maka pasangan saraf spinal dan kranial menghubungkan
tiap reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi respon, apabila sumsum
tulang belakang telah rusak total maka tidak ada lagi efektor yang menunjukan
respon terhadap stimulus atau rangsang.
3.
Terjadinya interkoneksi
dari satu sisi korda spinalis ke sisi lain.
Adanya refleks spinal katak berupa
respon dengan menarik kaki belakang saat
perusakan sumsum tulang belakang disebabkan karena masih terjadi inter- koneksi dari satu sisi korda spinalis ke sisi
yang lain (Ville et al., 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi refleks spinal salah satunya adalah harus
ada stimulus atau rangsangan, khususnya rangsangan dari luar, seperti derivate
temperature, kelembaban, sinar, tekanan, bahan atau zat kimia dan
sebagainya.beberapa rangsangan langsung beeaksi pada sel atau jaringan, tetapi
kebanyakan hewan-hewan mempunyai reseptor yang special untuk organ yang
mempunyai kepekaan. Pada refleks spinal, somafosensori dimasukkan dalam urat
spinal sampai pada bagian dorsal. Sensori yang masuk dari kumpulan reseptor
yang berbeda memberikan pengaruh pada saraf spinal, sehingga terjadi refleks
spinal (Gordon, 1977).
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya refleks spinal adalah masih
berfungsinya sumsum tulang belakang. Sumsum tulang belakang mempunyai dua
fungsi penting yaitu mengatur impuls dari dan ke otak dan sebagai pusat
refleks.dengana adanya sumsum tulang belakang, pasangan saraf spinal; dan
cranial akan menghubungkan tiap reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi
respon. Apabila sumsum tulang belakangnya telah rusak total maka tali-tali
spinal sebagai jalur syaraf akan rusak dan tidak ada lagi yang menunjukkan
respon terhadap stimulus (ville, 1992). Faktor lain yang mempengaruhi refleks
spinal menurut Subowo (1992) yaitu adanya refleks spinal dari katak berupa
respon dengan menarik kaki depan atau kaki belakang saat perusakan sumsum
tulang belakang disebabkan karena masih terjadi interkoneksi dari satu sisi
korda spinalis ke sisi yang lain.
Praktikum refleks spinal pada katak diperoleh
hasil yaitu katak masih dapat memberikan respon gerak refleks pada perlakuan
pembalikan tubuh, penarikan ekstrimitas anterior, penarikan ektrimitas
posterior, dan pencelupan kaki ke dalam larutan asam sulfat (H2SO4)
setelah bagian otaknya dirusak. Perusakan selanjutnya adalah ¼ dan 1/2 bagian dari sumsum tulang belakang
atau medulla spinalis, hasil yang diperoleh adalah katak tidak membeikan respon
gerak refleks pada perlakuan pembalikan tubuh, tetapi masih memberikan respon
terhadap penarikan ekstrimitas anterior, ekstrimitas posterior dan pencelupan kaki ke dalam larutan asam
sulfat (H2SO4) walaupun respon yang diberikan cukup lemah.
Perusakan ¾ bagian dari medulla spinalis diperoleh
hasil yaitu katak tersebut masih member respon ketika dicelupkan ke
dalam larutan asam sulfat (H2SO4), dan pada
perusakan total medulla spinalis katak sudah tidak mampu memberikan respon pada setiap perlakuan yang diberikan.
Hasil dari percobaan tersebut sesuai dengan
pernyataan Djuhanda (1982) yang menyatakan bahwa perusakan otak tidak berakibat
langsung terhadap respon gerak refleks yang diberikan oleh suatu hewan, ketika
otak dirusak serabut-serabut saraf penghubung yang berada di sumsum tulang
belakang masih terhubung sehingga masih dapat menghantarkan impuls untuk
memberikan respon dari perlakuan yang diberikan. Gerak
refleks merupakan respons sel saraf motorik, sensorik, interneuron, efektor,
dan organ-organ sensor secara cepat dalam waktu bersamaan. Gerak refleks berada
di dalam jalur saraf tepi di bawah kendali sistem saraf somatik yang bekerja
dalam kondisi tak sadar. Jalur penghantaran impuls pada gerak refleks dipersingkat sehingga tidak perlu ada regulasi
dari sistem saraf di otak.
Menurut Djuhanda (1982), bahwa sumsum tulang
belakang daerah dada yang dirusak dengan menusukan jarum ¾ sumsum tulang
belakang atau columna vertebralis, maka refleks pada kaki depan sudah tidak ada
lagi, begitu pula kaki belakang. Hal ini dikarenakan kerusakan neuron motorik
atas atau dimana otot sebenarnya bukan lumpuh tetapi lemah dan kehilangan
kontrol, disamping itu sudah tidak adanya hubungan antara interneuron dengan
sumsum tulang belakang. kemudian juga sudah tidak ada refleks pembalikan badan,
namun masih ada syaraf terhadap rangsang asam sulfat yang dinamakan refleks
melarikan diri. Perusakan total sumsum tulang belakang
berakibat respon negatif terhadap semua perlakuan yang diuji, baik itu respon
pembalikan badan, respon kaki depan, respon kaki belakang ataupun respon
terhadap larutan H2SO4. Hal ini terjadi karena refleks
spinal sudah tidak ada lagi. Menurut Djuhanda (1982) bahwa apabila seluruh
sumsum tulang belakang dirusak, maka seluruh system syaraf yang menyebabkan
refleks spinal akan kehilangan respon, sebab tonus otot sudah tidak ada lagi
dan tubuh hewan (katak) menggantung lemah.
Pearce (1989) menyatakan bahwa sumsum tulang belakang merupakan
pusat gerak refleks, sehingga semakin tinggi tingkat perusakan sumsum tulang
belakang maka semakin lemah respon yang diberikan. Hal ini yang akan
menyebabkan refleks pembalikkan tubuh, penarikkan kaki depan dan kaki belakang
serta pencelupan ke dalam larutan H2SO4 makin melemah
seiring dengan tingkat perusakan. Fungsi dari larutan H2SO4 itu
sendiri adalah untuk mempercepat rangsang saraf spinal. Perusakan tulang
belakang juga merusak tali spinal sebagai jalur syaraf, namun dengan adanya
respon refleks yang sederhana dapat terjadi melalui aksi tunggal dari tali
spinal meskipun adanya perusakkan sumsum tulang belakang.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum acara
refleks spinal pada katak dapat disimpulkan :
1.
Sistem syaraf adalah suatu sistem penyampaian
implus yang diterima oleh reseptor dan dikirim ke pusat syaraf untuk
ditanggapi.
2.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya refleks
adalah masih berfungsinya sumsum tulang belakang.
3.
Refleks adalah suatu respon organ elektron
(otot atau kelenjar) yang bersifat otomatis atau tanpa sadar terhadap suatu
stimulus tertentu.
DAFTAR REFERENSI
Bevelender,
G. 1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga, Jakarta.
Djuhanda, T. 1988. Anatomi Perbandingan Vertebrata II. Armico, Bandung.
Frandson, F. D. 1992.
Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM
Press, Yogyakarta.
Goenarso. 1989. Fisiologi Hewan.
Pusat antar Universitas Bidang Ilmu Hayati. ITB, Bandung.
Gordon, M.S.
1977. Animal Physiology. Mc Millan Publisher Co. Ltd, New York.
Gunawan, Adi, M. S. 2002.
Mekanisme Penghantaran dalam Neuron (Neurotransmisi). Integral, vol. 7 no. 1.
Hadikastowo.
1982. Zoologi Umum. Alumni, Bandung.
Kimball, J.W. 1988. Biologi edisi kelima. Erlangga, Jakarta.
Knikou Maria. 2008. The H-Reflex as a Probe: Pathways and
Pitfalls. Journal of Neuroscience Methods. (171) : 1-21.
Madhusoodanan, M. G. P. 2007.
Continence Issues in the Patient with Neurotrauma. Senior Consultant Surgery,
Armed Forces Medical Services ‘M’ Block, Ministry of Defence, DHQ, New Delhi. Indian Journal of Neurotrauma (IJNT)
2007, Vol. 4(2): 75-78.
Pearce, E.
1989. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta.
Subowo. 1992. Histologi
Umum. ITB Press, Bandung.
Ville, C. A., W. F
Walker, R. D Barnes. 1988. Zoologi Umum.
Erlangga, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar