Selasa, 14 Oktober 2014

KONTRAKSI OTOT GASTROKNEMUS DAN OTOT JANTUNG KATAK






 
















Oleh :
Nama    : Ikhwan Mulyadi
Nim       : B1J012187
Rombongan       : V
Kelompok           : 2
Asisten                 : Anisa Rahmawati









LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II







KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGI

PURWOKERTO

2014


I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otot merupakan alat gerak aktif karena mampu berkontraksi. Fungsi otot antara lain membuat gerakan tubuh, mempertahankan postur tubuh bersama rangka, menstabilkan hubungan antar tulang, mempertahanakan suhu tubuh, melindungi jaringan dalam tubuh dan menyimpan sedikit nutrisi. Kontraksi otot dibagi menjadi kontraksi isometrik dan kontraksi isotonik. Pada kontraksi isometrik (jarak sama), besarnya tekanan meningkat saat proses kontraksi, tetapi panjang otot tidak berubah. Di sisi lain, pada kontraksi isotonik (tekanan sama), besarnya tekanan yang dihasilkan otot adalah konstan saat kontraksi, tetapi panjang otot berkurang (otot memendek) (Rahilly, 1995).
Otot terbagi dalam beberapa jenis antara lain otot lurik, otot polos dan otot jantung. Otot lurik memmiliki desain yang efektif untuk pergerakan yang spontan dan membutuhkan tenaga besar. Pergerakannya diatur sinyal dari sel syaraf motorik. Otot ini menempel pada kerangka dan digunakan untuk pergerakan. Otot polos merupakan otot yang ditemukan dalam intestinum dan pembuluh darah bekerja dengan pengaturan dari sistem saraf tak sadar, yaitu saraf otonom. Otot polos dibangun oleh sel-sel otot yang terbentuk gelondong dengan kedua ujung meruncing serta mempunyai satu inti. Otot jantung ditemukan dalam jantung bekerja secara terus-menerus tanpa henti. Pergerakannya tidak dipengaruhi sinyal saraf pusat (Rahilly, 1995).
Menurut Kimball (1991) sel-sel otot sama halnya seperti neuron, dapat dirangsang secara kimiawi, listrik, dan mekanik untuk membangkitkan potensial aksi yang dihantarkan sepanjang membran sel. Berbeda dengan sel saraf, otot memiliki kontraktil yang digiatkan oleh potensial aksi. Protein kontraktil aktin dan myosin, yang menghasilkan kontraksi, terdapat dalam jumlah sangat banyak di otot. Urutan kejadian dalam stimulus dan kontraksi pada otot meliputi stimulus, kontraksi dan relaksasi.

1.2  Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui efek perangsangan elektrik terhadap besarnya respon kontraksi otot gastroknemus dan efek perangsangan kimia terhadap kontraksi otot jantung katak.


II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bak preparat, pinset, jarum, gunting bedah, benang dan universal Kimograf lengkap dengan asesorinya.
Bahan yang digunakan adalah katak sawah (Fejervarya cancrivora), larutan Ringer dan larutan asetilkolin 5%.

2.2 Cara Kerja
2.2.1 Pengukuran Kontraksi Otot Gastroknemus Katak.
1.    Universal Kimograf lengkap dengan asesorinya disiapkan.
2.    Katak sawah (Fejervarya cancrivora) dimatikan dengan dirusak otaknya menggunakan jarum.
3.    Katak diletakkan pada bak preparat lalu dibuat irisan melingkar pada daerah pergelangan kaki katak.
4.    Tepi kulit yang telah dipotong dipegang lalu singkap kulit hingga terbuka ke bagian lutut.
5.    Otot gastroknemus dipindahkan.
6.    Tendon diikat dengan benang lalu tendon achiles digunting sambil selalu dibasahi dengan larutan Ringer.
7.    Tendon achiles dipasang pada universal Kimograf dan diberi rangsangan elektrik yaitu, 5, 10, 20, 15, 25 volt, hasil dicatat.
2.2.2 Pengukuran Kontraksi Otot Jantung Katak.
1.    Katak hijau dimatikan dengan merusak bagian otak menggunakan jarum.
2.    Bagian dada katak dibedah mulai arah perut sampai jantung terlihat dan perikardium disobek.
3.    Kontraksi jantung katak diamati selama 4x 15 detik.
4.    Asetilkolin 5% ditetesi pada jantung sampai 2-3 tetes.
5.    Kontraksi jantung katak diamati kembali selama 4x 15 detik.
6.    Kontraksi jantung sebelum dan sesudah ditetesi asetilkolin 5% dibandingkan lalu catat hasil pengamatan.



III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1   Hasil
  Tabel 3.1. Pengukuran Kontraksi Otot Gastroknemus katak.
No.
Voltage (volt)
Amplitudo (mm/volt)
1
5
2,3
2
10
2,9
3
15
2,85
4
20
2,65
5
25
2,5

  Tabel 3.2. Hasil pengamatan kontraksi otot jantung katak
Kel.
Sebelum ditetesi asetilkolin
Sesudah ditetesi asetilkolin
1
72
16
2
32
24
3
33
28
4
44
40

 Grafik 3.1. Hubungan antara voltage dengan amplitude pada otot gastroknemus katak


3.2   Pembahasan
Otot adalah sistem biokontraktil di mana sel-sel atau bagian dari sel, memanjang dan dikhususkan untuk menimbulkan tegangan pada sumbu yang memanjang. Otot biasanya melekat pada kerangka. Otot yang berkontraksi (memanjang atau memendek) akan menggerakan kerangka (tulang) tersebut. Otot dan tulang dilekatkan oleh suatu jaringan ikat dan dapat membentuk tendon yang berbentuk seperti tali. Kebanyakan sel otot vertebrata merupakan bagian dari jaringan-jaringan otot polos, otot jantung (kardiak) dan otot kerangka (Ville et al.,1988).
Otot-otot vertebrata dibedakan menjadi tiga  jenis yaitu otot  rangka, otot jantung, otot lurik. Otot rangka dijumpai pada sosok otot yang bersambungan dengan kerangka tubuh dan berkaitan dengan gerakan badan, otot jantung terlihat dalam pemompaan darah dan otot polos ditemukan sebagai bagian dari dinding alat visceral gastroknemus pada katak termasuk dalam otot rangka dengan bentuk silindris, dimana serat-seratnya bersatu dalam kelompok-kelompok menjadi berkas dengan ukuran yang beraneka ragam (Bavelender dan Ramalay, 1988).
Otot Gastroknemus, yakni otot betis yang paling menonjol yang letaknya ada di bagian belakang betis berbentuk seperti intan (diamond). Tugasnya adalah untuk menggerakkan telapak kaki dan sangat ber[eran saat Otot betis merupakan otot yang paling bandel untuk dilatih. Akan tetapi tidak ada fisik yang lengkap tanpa otot betis yang berkembang dengan baik (Guyton, 1995). Penggunaan otot gastroknemus katak sebagai bahan dalam praktikum kali ini karena katak mudah diperoleh, proses membedah dan menemukan otot gastroknemus juga tidak memakan waktu lama, selain itu otot gastroknemus termasuk kedalam otot rangka yang memiliki karakter eksitabilitas. Menurut Seeley (2002) otot rangka memiliki empat karakteristik fungsional sebagai berikut:
1. kontraktilitas       : kemampuan untuk memendek karena adanya gaya
2. eksitabilitas         : kapasitas otot untuk merespons sebuah rangsang
3. ekstensibilitas    : kemampuan otot untuk memanjang
4. elastisitas             : kemampuan otot untuk kembali ke panjang normal setelah mengalami pemanjangan.
      Kontraksi otot dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang menghasilkan suatu tegangan dalam otot. Biasanya kontraksi itu disebabkan oleh suatu impuls saraf. Neuron dan serabut-serabut otot yang dilayani merupakan suatu unit motor.  Serabut otot secara individu merupakan satuan struktural otot kerangka, ini bukanlah merupakan satuan fungsional. Semua neuron motor yang menuju otot kerangka mempunyai akson-akson yang bercabang, masing-masing berakhir dalam sambungan neuromuskular dengan satu serabut otot.  Impuls saraf yang melalui neuron dengan demikian akan memicu kontraksi dalam semua serabut otot yang padanya cabang-cabang neuron itu berakhir (Hickman,1972).
Mekanisme kontraksi otot melibatkan suatu perubahan dan kedudukan relatif dari filamen aktin dan myosin. Selama kontraksi filamen-filamen aktin yang tipis yang terikat pada garis Z bergerak dalam pita A, meskipun filamen sendiri tidak berubah dalam panjang namun pergeseran tersebut menghasilkan perubahan dalam penampilan sarkomer, yakni penghapusan sebagian atau sepenuhnya dari band H. Filamen myosin menjadi terletak sangat dekat dengan garis-garis Z, pita-pita I, dan sarkomernya berkurang lebarnya dan gerakan ini terjadi (Hadikastowo, 1982).
Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu di antara kedua paru-paru. Lapisan yang mengitari jantung (pericardium) terdiri dari dua bagian : lapisan sebelah dalam atau “pericardium visceral” dan lapisan sebelah luar atau “pericardium parietal”. Kedua lapisan pericardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas, yang berfungsi mengurangi gesekan pada gerakan memompa dari jantung itu sendiri. Bagian depan dari pericardium itu melekat pada tulang dada (sternum) bagian bawahnya melekat pada tulang punggung, sedang bagian bawah pada diafragma. Pericardium visceral mempunyai hubungan langsung dengan permukaan jantung (Wulangi, 1993). Jantung itu sendiri terdiri dari tiga lapisan :
1.    Epikardium : Merupakan lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan parietal dan visceral yang bertemu dipangkal jantung membentuk kantung jantung.
2.    Miokardium : Merupakan lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot jantung, otot jantung ini membentuk bundalan-bundalan otot yaitu bundalan otot atria, bundalan otot ventrikel, dan bundalan otot atrioventrikuler.
3.    Endokardium : Merupakan lapisan jantung yang terdapat di sebelah dalam yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.
Sistem kerja jantung seperti pompa memiliki dua mekanisme gerak, yaitu sistole dan diastole. Sistole adalah suatu keadaan saat ventrikel menyempit dan mengalami kontraksi, sedangkan diastole adalah suatu keadaan saat ventrikel mengembang dan mengalami relaksasi. Dua gerak mekanisme ini dapat diamati dengan alat yang disebut Elegtrocardiogram (ECG). Selama diastole, tekanan ventra aorta menurun katup – katup conus dan bulbus menutup, dan tekanan menyimpan sama seperti darah yang meninggalkan aorta (Hadikastowo, 1982).
Menurut Frandson (1992), kontraksi otot jantung dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1.     Treppe, summasi, tetani, fatique dan ragor.  treppe atau staircase effect adalah meningkatnya kekuatan kontraksi berulang kali pada suatu serabut otot karena stimulasi berurutan berseling beberapa detik.  Pengaruh ini disebabkan karena konsentrasi ion Ca2+ didalam serabut otot yang meningkatkan aktivitas miofibril.
2.     Summasi berbeda dengan treppe, pada summasi tiap otot berkontraksi dengan kekuatan yang berbeda yang merupakan hasil penjumlahan kontraksi dua jalan (summasi unit motor berganda dan summasi bergelombang).
3.     Tetani yaitu peningkatan frekuensi stimulus dengan cepat sehingga tidak ada peningkatan frekuensi.
4.     Fatique adalah menurunnya kapasitas bekerja karena pekerjaan itu sendiri.
5.     Rigor dan rigor mortis adalah apabila sebagian besar ATP dalam otot telah dihabiskan, sehingga kalsium tidak ada lagi dapat dikembalikan ke RE sarkoplasma.
Menurut Syarif (2006). Fungsi dari larutan asetilkolin adalah memberikan rangsangan kimiawi pada otot jantung katak, selain itu menggunakan larutan ringer katak yang berguna sebagai larutan fisiologis yang dapat memelihara sel-sel otot katak agar tetap dapat hidup. Penggunaan larutan ringer disaat mengamati kontraksi otot gastroknemus bertujuan supaya sel otot tetap hidup dan dapat memberikan respon terhadap rangsangan yang diberikan berupa arus listrik. Alat yang sangat penting saat pengamatan ini adalah kimograf. kimograf adalah alat untuk pembelajaran dan penelitian kontraksi otot dan biasanya menggunakan otot gastroknemus katak.
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa otot gastroknemus yang diberi stimulus sebesar, 5V, 10 V, 15 V, 20 V, dan 25 V dengan berat beban yang sama menunjukkan hasil yang berbeda pada stimulus 5V mencapai amplitudo sebesar 2,3 dan naik pada voltase 10V sebesar 2,9 dan mengalami penurunan amplitudo pada voltase 15V, 20V dan 25V. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kimball (1991), bahwa kekuatan seluruh otot yang berkontraksi meningkat dengan meningkatnya jumlah serabut individu yang berkontraksi, sehingga pada hewan yang utuh kekuatan respon muskularnya dikendalikan oleh jumlah satuan motor yang dibuktikan oleh sistem saraf pusat. Kejutan yang lemah tidak akan berpengaruh sama sekali. Jika tercapai ambang, otot itu agak mengejang kemudian karena kekuatan rangsang itu ditingkatkan maka banyaknya kontraksi meningkat sampai maksimum. Johnson (1965), menyatakan bahwa jika sebuah serabut otot diisolasi sari keseluruhan otot, maka serabut otot tersebut akan menunjukkan kontraksi yang serasi jika dikenai stimulus. Stimulus yang kecil menyebabkan kontraksi yang tidak terlalu besar. Semakin tinggi tegangan (voltase) maka panjang kontraksi (amplitudo) semakin panjang. Hal ini dipengaruhi oleh beban dan kekuatan otot gastroknemus.
Berdasarkan percobaan sebelumnya yaitu otot gastroknemus, keadaan jantung katak mulai melemah dan kemudian mati. Katak tersebut mati dikarenakan pada kemampuan ototnya untuk melakukan atau menyerap mekanis kerja ototnya bekerja kurang maksimal sehingga katak tersebut mati (Moss and Fitzsimons, 2010). Otot tersebut yaitu otot kontraktil dan otot tendon yang sama – sama mempunyai komponen struktur yang elastis, otot tendon dapat menyimpan energi di dalam ototnya dan energi tersebut akan di kembalikan diakhir fase saat tendon dan seluruh MTU strukturnya akan lebih pendek dan berlangsung dengan cepat (Hadikastowo, 1982).




IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum acara kontraksi otot gastroknemus dan otot jantung pada katak dapat disimpulkan :
1.     Stimulus berupa rangsangan elektrik dapat mempengaruhi kontraksi otot gastroknemus.
2.    Respon otot jantung katak akan meningkat dengan pemberian larutan asetilkolin  sebagai rangsangan.






















DAFTAR REFERENSI

Bavelender, G. dan J. A. Ramalay. 1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga, Jakarta.

Frandson. 1992. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. Integral. Vol.6 (2).

Guyton, A. C. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta.

Hadikastowo. 1982. Zoologi Umum. Alumni, Bandung.

Hickman,C.P. 1972. Biology of Animal. The C.V. Mos by Company, Sant Louis.

Johnsen, A. C. 1965. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Kimball, J.W.1991. Biologi Jilid II. Alumni, Bandung.

Lichtwark, G. A. and A. M. Wilson. 2006. Interactions between the human gastrocnemius muscle and the Achilles tendon during incline, level and decline locomotion. The Journal of Experimental Biology. 209, 4379-4388.

Moss, R. L and Fitzsimons, D. P. 2010. Regulation of contraction in mammalian striated muscles—the plot thick-ens. The Journal of General Physiology.

Rahilly. 1995. Anatomi Kajian Ranah Tubuh Manusia. Jakarta: UI Press.

Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology fourth edition. McGraw-Hill Companies.

Suprayogi, A., Sumitro., M. Iskandar., R. Sudranto., H. S. Darusman. 2011.  Perbandingan Nilai Kardiorespirasi dan Suhu Tubuh Dugong Dewasa dan Bayi. Jurnal veteriner : 173-179.

Storer, T. I. 1961. Element of Zoology. Mc Graw Hill Book Company Inc, New York.

Syarif, I. 2006. Kimoinstrumentation : Alat Pengukuran Karakteristik Otot Gastroknemus Katak Berbasis Komputer. Departemen Fisiska ITB, Bandung.

Ville, Claude A., Warren F. Walker dan Robert D. Barnes. 1988. Zoologi Umum Jilid 1. Erlangga, Jakarta.

Wulangi, KS, 1993. Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Bandung: ITB.


1 komentar:

  1. Makasih ilmunya sangat bermanfaat dengan mencantumkan sumber terpercaya.

    BalasHapus