KONTRAKSI OTOT GASTROKNEMUS DAN OTOT JANTUNG KATAK
Oleh :
Nama : Ikhwan Mulyadi
Nim : B1J012187
Rombongan : V
Kelompok : 2
Asisten : Anisa Rahmawati
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL
SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Otot
merupakan alat gerak aktif karena mampu berkontraksi. Fungsi otot antara lain
membuat gerakan tubuh, mempertahankan
postur tubuh bersama rangka, menstabilkan hubungan antar tulang, mempertahanakan suhu
tubuh, melindungi jaringan dalam tubuh dan menyimpan sedikit nutrisi. Kontraksi
otot dibagi menjadi kontraksi isometrik dan kontraksi isotonik. Pada kontraksi
isometrik (jarak sama), besarnya tekanan meningkat saat proses kontraksi,
tetapi panjang otot tidak berubah. Di sisi lain, pada kontraksi isotonik
(tekanan sama), besarnya tekanan yang dihasilkan otot adalah konstan saat
kontraksi, tetapi panjang otot berkurang (otot memendek) (Rahilly, 1995).
Otot terbagi dalam beberapa jenis antara lain otot
lurik, otot polos dan otot jantung. Otot
lurik memmiliki desain yang efektif untuk pergerakan yang spontan dan
membutuhkan tenaga besar. Pergerakannya diatur sinyal dari sel syaraf motorik.
Otot ini menempel pada kerangka dan digunakan untuk pergerakan. Otot polos merupakan otot yang
ditemukan dalam intestinum dan pembuluh
darah bekerja dengan pengaturan dari sistem saraf tak sadar,
yaitu saraf otonom. Otot polos
dibangun oleh sel-sel otot yang terbentuk gelondong dengan kedua ujung
meruncing serta mempunyai satu inti. Otot jantung ditemukan dalam jantung
bekerja secara terus-menerus tanpa henti. Pergerakannya tidak dipengaruhi
sinyal saraf pusat (Rahilly, 1995).
Menurut
Kimball (1991) sel-sel otot sama
halnya seperti neuron, dapat dirangsang secara kimiawi, listrik, dan mekanik untuk membangkitkan potensial aksi
yang dihantarkan sepanjang membran sel. Berbeda dengan sel saraf, otot memiliki
kontraktil yang digiatkan oleh potensial aksi. Protein kontraktil aktin dan
myosin, yang menghasilkan kontraksi, terdapat dalam jumlah sangat banyak di
otot. Urutan kejadian dalam
stimulus dan kontraksi pada otot meliputi stimulus, kontraksi dan relaksasi.
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui efek perangsangan elektrik
terhadap besarnya respon kontraksi otot gastroknemus dan efek perangsangan
kimia terhadap kontraksi otot jantung katak.
II.
MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bak preparat, pinset, jarum,
gunting bedah, benang dan universal Kimograf lengkap dengan asesorinya.
Bahan yang digunakan adalah katak sawah (Fejervarya
cancrivora), larutan Ringer dan larutan asetilkolin 5%.
2.2 Cara
Kerja
2.2.1
Pengukuran Kontraksi Otot Gastroknemus Katak.
1. Universal Kimograf lengkap
dengan asesorinya disiapkan.
2. Katak sawah (Fejervarya cancrivora) dimatikan dengan
dirusak otaknya menggunakan jarum.
3. Katak diletakkan pada bak
preparat lalu dibuat irisan melingkar pada daerah pergelangan kaki katak.
4. Tepi kulit yang telah dipotong
dipegang lalu singkap kulit hingga terbuka ke bagian lutut.
5. Otot gastroknemus dipindahkan.
6. Tendon diikat dengan benang
lalu tendon achiles digunting sambil selalu dibasahi dengan larutan Ringer.
7. Tendon achiles dipasang pada
universal Kimograf dan diberi rangsangan elektrik yaitu, 5, 10, 20, 15, 25 volt,
hasil dicatat.
2.2.2
Pengukuran Kontraksi Otot Jantung Katak.
1. Katak hijau dimatikan dengan
merusak bagian otak menggunakan jarum.
2. Bagian dada katak dibedah mulai
arah perut sampai jantung terlihat dan perikardium disobek.
3. Kontraksi jantung katak diamati
selama 4x 15 detik.
4. Asetilkolin 5% ditetesi pada
jantung sampai 2-3 tetes.
5. Kontraksi jantung katak diamati
kembali selama 4x 15 detik.
6. Kontraksi jantung sebelum dan
sesudah ditetesi asetilkolin 5% dibandingkan lalu catat hasil pengamatan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Tabel 3.1. Pengukuran Kontraksi Otot Gastroknemus katak.
No.
|
Voltage (volt)
|
Amplitudo (mm/volt)
|
1
|
5
|
2,3
|
2
|
10
|
2,9
|
3
|
15
|
2,85
|
4
|
20
|
2,65
|
5
|
25
|
2,5
|
Tabel 3.2.
Hasil pengamatan kontraksi otot jantung katak
Kel.
|
Sebelum
ditetesi asetilkolin
|
Sesudah
ditetesi asetilkolin
|
1
|
72
|
16
|
2
|
32
|
24
|
3
|
33
|
28
|
4
|
44
|
40
|
Grafik 3.1.
Hubungan antara
voltage dengan amplitude pada otot gastroknemus katak
3.2
Pembahasan
Otot adalah sistem biokontraktil di mana sel-sel atau
bagian dari sel, memanjang dan dikhususkan untuk menimbulkan tegangan pada
sumbu yang memanjang. Otot biasanya melekat
pada kerangka. Otot yang berkontraksi (memanjang atau memendek) akan
menggerakan kerangka (tulang) tersebut. Otot dan tulang dilekatkan oleh suatu jaringan ikat dan
dapat membentuk tendon yang berbentuk seperti tali. Kebanyakan sel otot vertebrata merupakan bagian dari
jaringan-jaringan otot polos, otot jantung (kardiak) dan otot kerangka (Ville et al.,1988).
Otot-otot vertebrata dibedakan menjadi tiga jenis yaitu otot rangka, otot jantung, otot lurik. Otot rangka
dijumpai pada sosok otot yang bersambungan dengan kerangka tubuh dan berkaitan
dengan gerakan badan, otot jantung terlihat dalam pemompaan darah dan otot
polos ditemukan sebagai bagian dari dinding alat visceral gastroknemus pada katak termasuk dalam otot rangka dengan
bentuk silindris, dimana serat-seratnya bersatu dalam kelompok-kelompok menjadi
berkas dengan ukuran yang beraneka ragam (Bavelender dan Ramalay, 1988).
Otot
Gastroknemus, yakni otot betis yang
paling menonjol yang letaknya ada di bagian belakang betis berbentuk seperti
intan (diamond).
Tugasnya adalah untuk menggerakkan telapak kaki dan sangat ber[eran saat Otot
betis merupakan otot yang paling bandel untuk dilatih. Akan tetapi tidak ada
fisik yang lengkap tanpa otot betis yang berkembang dengan baik (Guyton, 1995).
Penggunaan otot gastroknemus katak sebagai bahan dalam praktikum kali ini
karena katak mudah diperoleh, proses membedah dan menemukan otot gastroknemus
juga tidak memakan waktu lama, selain itu otot gastroknemus termasuk kedalam
otot rangka yang memiliki karakter eksitabilitas. Menurut Seeley (2002) otot
rangka memiliki empat karakteristik fungsional sebagai berikut:
1.
kontraktilitas : kemampuan untuk
memendek karena adanya gaya
2.
eksitabilitas : kapasitas otot
untuk merespons sebuah rangsang
3.
ekstensibilitas : kemampuan otot untuk
memanjang
4. elastisitas :
kemampuan otot untuk kembali ke panjang normal setelah mengalami pemanjangan.
Kontraksi
otot dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang menghasilkan suatu tegangan
dalam otot. Biasanya kontraksi itu disebabkan oleh suatu impuls saraf. Neuron
dan serabut-serabut otot yang dilayani merupakan suatu unit motor. Serabut otot secara individu merupakan satuan
struktural otot kerangka, ini bukanlah merupakan satuan fungsional. Semua
neuron motor yang menuju otot kerangka mempunyai akson-akson yang bercabang,
masing-masing berakhir dalam sambungan neuromuskular dengan satu serabut
otot. Impuls saraf yang melalui neuron
dengan demikian akan memicu kontraksi dalam semua serabut otot yang padanya
cabang-cabang neuron itu berakhir (Hickman,1972).
Mekanisme
kontraksi otot melibatkan suatu perubahan dan kedudukan relatif dari filamen
aktin dan myosin. Selama kontraksi filamen-filamen aktin yang tipis yang
terikat pada garis Z bergerak dalam pita A, meskipun filamen sendiri tidak
berubah dalam panjang namun pergeseran tersebut menghasilkan perubahan dalam
penampilan sarkomer, yakni penghapusan sebagian atau sepenuhnya dari band H.
Filamen myosin menjadi terletak sangat dekat dengan garis-garis Z, pita-pita I,
dan sarkomernya berkurang lebarnya dan gerakan ini terjadi (Hadikastowo, 1982).
Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada,
yaitu di antara kedua paru-paru. Lapisan yang mengitari jantung (pericardium) terdiri dari dua bagian :
lapisan sebelah dalam atau “pericardium
visceral” dan lapisan sebelah luar atau “pericardium parietal”. Kedua lapisan pericardium ini dipisahkan
oleh sedikit cairan pelumas, yang berfungsi mengurangi gesekan pada gerakan
memompa dari jantung itu sendiri. Bagian depan dari pericardium itu melekat
pada tulang dada (sternum) bagian
bawahnya melekat pada tulang punggung, sedang bagian bawah pada diafragma. Pericardium visceral mempunyai hubungan
langsung dengan permukaan jantung (Wulangi, 1993). Jantung itu sendiri terdiri
dari tiga lapisan :
1.
Epikardium : Merupakan
lapisan jantung sebelah luar yang merupakan selaput pembungkus terdiri dari dua
lapisan yaitu lapisan parietal dan visceral yang bertemu dipangkal jantung
membentuk kantung jantung.
2.
Miokardium : Merupakan
lapisan inti dari jantung yang terdiri dari otot-otot jantung, otot jantung ini
membentuk bundalan-bundalan otot yaitu bundalan otot atria, bundalan otot
ventrikel, dan bundalan otot atrioventrikuler.
3.
Endokardium : Merupakan
lapisan jantung yang terdapat di sebelah dalam yang terdiri dari jaringan
endotel atau selaput lendir yang melapisi permukaan rongga jantung.
Sistem kerja jantung seperti pompa memiliki dua mekanisme
gerak, yaitu sistole dan diastole. Sistole adalah suatu keadaan saat ventrikel
menyempit dan mengalami kontraksi, sedangkan diastole adalah suatu keadaan saat ventrikel mengembang dan mengalami
relaksasi. Dua gerak mekanisme ini dapat diamati dengan alat yang disebut Elegtrocardiogram (ECG). Selama
diastole, tekanan ventra aorta menurun katup – katup conus dan bulbus menutup, dan
tekanan menyimpan sama seperti darah yang meninggalkan aorta (Hadikastowo,
1982).
Menurut Frandson (1992), kontraksi otot jantung
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
1.
Treppe, summasi,
tetani, fatique dan ragor. treppe atau
staircase effect adalah meningkatnya kekuatan kontraksi berulang kali pada suatu
serabut otot karena stimulasi berurutan berseling beberapa detik. Pengaruh ini disebabkan karena konsentrasi
ion Ca2+ didalam serabut otot yang meningkatkan aktivitas miofibril.
2.
Summasi berbeda dengan
treppe, pada summasi tiap otot berkontraksi dengan kekuatan yang berbeda yang
merupakan hasil penjumlahan kontraksi dua jalan (summasi unit motor berganda
dan summasi bergelombang).
3.
Tetani yaitu
peningkatan frekuensi stimulus dengan cepat sehingga tidak ada peningkatan
frekuensi.
4.
Fatique adalah
menurunnya kapasitas bekerja karena pekerjaan itu sendiri.
5.
Rigor dan rigor mortis
adalah apabila sebagian besar ATP dalam otot telah dihabiskan, sehingga kalsium
tidak ada lagi dapat dikembalikan ke RE sarkoplasma.
Menurut Syarif (2006). Fungsi dari larutan asetilkolin adalah memberikan
rangsangan kimiawi pada otot jantung katak, selain itu menggunakan larutan ringer katak yang berguna sebagai larutan
fisiologis yang dapat memelihara sel-sel otot katak agar tetap dapat hidup. Penggunaan larutan ringer disaat mengamati kontraksi otot
gastroknemus bertujuan supaya sel otot tetap hidup dan dapat memberikan respon
terhadap rangsangan yang diberikan berupa arus listrik. Alat yang sangat
penting saat pengamatan ini adalah kimograf. kimograf
adalah alat untuk pembelajaran dan penelitian kontraksi otot dan biasanya menggunakan
otot gastroknemus katak.
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa otot
gastroknemus yang diberi stimulus sebesar, 5V, 10 V, 15 V, 20 V, dan 25 V
dengan berat beban yang sama menunjukkan hasil yang berbeda pada stimulus 5V mencapai amplitudo sebesar 2,3
dan naik pada voltase 10V sebesar 2,9 dan mengalami penurunan amplitudo pada
voltase 15V, 20V dan 25V. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kimball (1991), bahwa
kekuatan seluruh otot yang berkontraksi meningkat dengan meningkatnya jumlah
serabut individu yang berkontraksi, sehingga pada hewan yang utuh kekuatan
respon muskularnya dikendalikan oleh jumlah satuan motor yang dibuktikan oleh
sistem saraf pusat. Kejutan yang lemah tidak akan berpengaruh sama sekali. Jika
tercapai ambang, otot itu agak mengejang kemudian karena kekuatan rangsang itu
ditingkatkan maka banyaknya kontraksi meningkat sampai maksimum. Johnson
(1965), menyatakan bahwa jika sebuah serabut otot diisolasi sari keseluruhan
otot, maka serabut otot tersebut akan menunjukkan kontraksi yang serasi jika
dikenai stimulus. Stimulus
yang kecil menyebabkan kontraksi yang tidak terlalu besar. Semakin tinggi
tegangan (voltase) maka panjang kontraksi (amplitudo) semakin panjang. Hal ini
dipengaruhi oleh beban dan kekuatan otot gastroknemus.
Berdasarkan percobaan sebelumnya yaitu otot gastroknemus,
keadaan jantung katak mulai melemah dan kemudian mati. Katak tersebut mati
dikarenakan pada kemampuan ototnya untuk
melakukan atau menyerap mekanis kerja ototnya bekerja kurang maksimal sehingga
katak tersebut mati (Moss and Fitzsimons, 2010). Otot tersebut yaitu otot kontraktil dan otot tendon yang
sama – sama mempunyai komponen struktur yang elastis, otot tendon dapat
menyimpan energi di dalam ototnya dan energi tersebut akan di kembalikan
diakhir fase saat tendon dan seluruh MTU strukturnya akan lebih pendek dan
berlangsung dengan cepat (Hadikastowo, 1982).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil pembahasan dan praktikum acara kontraksi otot gastroknemus dan otot
jantung pada katak dapat disimpulkan :
1.
Stimulus
berupa rangsangan elektrik dapat mempengaruhi kontraksi otot gastroknemus.
2.
Respon otot jantung
katak akan meningkat dengan pemberian larutan asetilkolin sebagai rangsangan.
DAFTAR REFERENSI
Bavelender, G. dan J. A. Ramalay. 1988. Dasar-dasar Histologi. Erlangga, Jakarta.
Frandson. 1992. Mekanisme dan Mekanika Pergerakan Otot. Integral. Vol.6 (2).
Guyton, A. C. 1995.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Penerbit Buku kedokteran EGC, Jakarta.
Hadikastowo.
1982. Zoologi Umum. Alumni, Bandung.
Hickman,C.P. 1972. Biology of Animal. The C.V. Mos by Company, Sant Louis.
Johnsen, A. C. 1965. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Kimball, J.W.1991. Biologi
Jilid II. Alumni, Bandung.
Lichtwark, G. A. and A. M. Wilson. 2006. Interactions between the human gastrocnemius
muscle and the Achilles tendon during incline, level and decline locomotion. The Journal of Experimental Biology.
209, 4379-4388.
Moss, R. L and Fitzsimons, D. P. 2010. Regulation
of contraction in mammalian striated muscles—the plot thick-ens. The Journal of General Physiology.
Rahilly. 1995. Anatomi
Kajian Ranah Tubuh Manusia. Jakarta: UI Press.
Seeley, R.R., T.D.
Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology fourth
edition. McGraw-Hill Companies.
Suprayogi, A., Sumitro., M. Iskandar., R.
Sudranto., H. S. Darusman. 2011. Perbandingan
Nilai Kardiorespirasi dan Suhu Tubuh Dugong Dewasa dan Bayi. Jurnal veteriner : 173-179.
Storer, T. I. 1961.
Element of Zoology. Mc Graw Hill Book
Company Inc, New York.
Syarif, I. 2006. Kimoinstrumentation
: Alat Pengukuran Karakteristik Otot Gastroknemus Katak Berbasis Komputer.
Departemen Fisiska ITB, Bandung.
Ville,
Claude A., Warren F. Walker dan Robert D. Barnes. 1988. Zoologi Umum Jilid 1.
Erlangga, Jakarta.
Wulangi, KS, 1993. Prinsip-prinsip
Fisiologi Hewan. Bandung: ITB.
Makasih ilmunya sangat bermanfaat dengan mencantumkan sumber terpercaya.
BalasHapus