OSMOREGULASI
Oleh :
Nama : Ikhwan
Mulyadi
NIM : B1J012187
Rombongan : V
Kelompok : 2
Asisten : Anisa
Rahmawati
LAPORAN
PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan
keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda. Evans
(1988) menyatakan, osmoregulasi adalah mekanisme pengaturan air dan ion dalam
tubuh dengan sejumlah mekanisme yang dilakukan untuk mengatasi problem osmotik
dan mengatur perbedaan diantara intra sel dan ekstra sel dan diantara ekstra
sel dengan lingkungan secara kolektif, Soetarto (1986) menambahkan mekanisme
osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat terlarut dan distribusi zat
terlarut. Dimana makhluk hidup mempertahankan kekonstanan volume air dalam
tubuhnya melalui mekanisme dimana jumlah air yang masuk harus sama dengan
jumlah air yang keluar. Fujaya (2004) menambahkan ikan mempunyai tekanan
osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah
kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam
tubuhnya dapat berlangsung dengan normal. Pengaturan tekanan osmotik cairan
tubuh pada ikan ini disebut osmoregulasi.
Berdasarkan
kemampuan adaptasi terhadap tingkat salinitas maka hewan air dapat diklasifikasikan
dalam stenohalin dan eurihalin. Stenohalin merupakan hewan yang hanya mampu
bertahan pada lingkungan salinitas yang sempit, sedangkan eurihalin merupakan
hewan yang mampu bertahan pada tingkat salinitas yang beragam. Sintasan adalah istilah ilmiah yang
menunjukkan tingkat kelulushidupan (survival rate) dari suatu populasi dalam
jangka waktu tertentu. Istilah ini biasanya dipakai dalam konteks populasi
individu muda yang harus bertahan hidup hingga siap berkembang biak (Yuwono, 2006). Percobaan sintasan ikan nila dan nilem dilakukan dengan
perlakuan direct transfer dan gradual transfer. Perlakuan direct transfer maksudnya
adalah pengukuran ikan nila dan
nilem secara langsung, yaitu dimasukkan pada
salinitas yang diinginkan, sedangkan gradual transfer secara tidak langsung atau bertahap dari
salinitas rendah ke salinitas tinggi. Perubahan salinitas lingkungan akan memicu mekanisme osmoregulasi pada ikan
yang berfungsi untuk menjaga osmolalitas plasma dan media sesuai dengan keadaan
lingkungan. Insang dan ginjal adalah organ yang paling berperan dalam
osmoregulasi. Insang berfungsi mengambil
garam dari lingkungan sekitar untuk menjaga agar tidak dehidrasi dan ginjal
menyerap garam–garam, serta mengeluarkannya ketika kondisi garam pada tubuh
sudah terlalu banyak dalam bentuk urin (Tang, 2009).
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum
ini adalah untuk mempelajari osmoregulasi pada hewan eurihalin (hewan yang
mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup luas), ikan nila (Oreochromis sp.) dan hewan stenohalin
ikan nilem (Osteochilus hasselti) dan
kepiting (Scylla serrata).
II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1. Materi
Alat yang digunakan adalah gelas plastik, pinset, stopwatch, saringan,
baskom, spuit, kertas cakram, tabung efendorf, sentrifuge, wadah plasma, wadah
pendingin, mikropipet dan osmometer.
Bahan yang digunakan adalah larva ikan nila (Oreochromis sp.), larva ikan nilem (Osteochilus hasselti), ikan nila (Oreochromis sp.), kepiting
bakau (Scylla serrata), air laut dengan salinitas 10 ppt, 20 ppt, dan 30
ppt, air tawar, dan EDTA.
2.2. Cara Kerja
2.2.1 Pengamatan
Toleransi Salinitas
1. Dibuat medium air dengan salinitas 0 ppt, 10 ppt,
20 ppt, masing-masing sebanyak ± 1 liter.
2. Medium dibagi kedalam 6 wadah percobaan,
masing-masing terdiri atas dua wadah percobaan. Masing-masing wadah diberi
label sesuai dengan salinitasnya.
3. Dimasukkan kedalam tiga wadah percobaan dengan salinitas berbeda
yaitu 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt masing-masing 10 ekor benih ikan nila.
4. Untuk direct transfer dilakukan pengamatan
dan catat waktu kematian tiap ekor pada masing-masing wadah percobaan setiap 10
menit hingga menit ke- 40.
5. Untuk gradual transfer ikan dimasukkan
kedalam wadah dengan salinitas rendah kemudian pindahkan ke wadah dengan
salinitas yang lebih tinggi setiap 24 jam selama 4 hari pengamatan.
6. Dihitung sintasannya dengan cara :
2.2.2 Pengukuran
Osmolalitas plasma dan medium pada ikan nila
1. Diambil sampel darah ikan nila yang telah
diaklimasi pada salinitas medium selama 24 jam dengan menggunakan spuit yang
sebelumnya telah dibasahi dengan EDTA. Darah ikan diambil dengan cara memotong
bagian ekornya atau dengan menyuntikkan spuit ke bagian vena caudalis atau
jantungnya.
2. Darah ditampung pada cawan petri kemudian
dimasukkan ke dalam tabung efendorf.
3. Dilakukan sentrifugasi darah untuk memperoleh
plasma darah.
4. Diukur osmolalitas plasma dan medium dengan
osmometer.
5. Dihitung rasio antara osmolalitas plasma dengan
osmolalitas medium (kapasitas osmoregulasi) dengan rumus :
6. Dicatat semua data yang diperoleh.
2.2.3. Pengukuran
Osmolalitas plasma dan medium pada hemolimfa kepiting
1. Diambil
hemolimfa kepiting bakau yang telah diaklimasi pada salinitas medium selama 24
jam dengan menggunakan spuit yang sebelumnya telah dibasahi dengan EDTA.
Hemolimfa diambil dari ruas-ruas kaki yang paling dekat dengan tubuh.
4. Diukur osmolalitas plasma dan
medium dengan osmometer.
5. Dihitung rasio antara
osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium
(kapasitas osmoregulasi) dengan rumus :
6. Dicatat semua data yang
diperoleh.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1.1 Pengamatan
Sintasan Ikan Nilem Perlakuan Direct
Transfer
No
|
Salinitas (ppt)
|
Waktu pengamatan (menit)
|
|||
10
|
20
|
30
|
40
|
||
1
|
0
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
2
|
10
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
3
|
20
|
100%
|
90%
|
80%
|
80%
|
4
|
30
|
30%
|
30%
|
0%
|
0%
|
Tabel 3.1.2 Pengamatan
Sintasan Ikan Nilem Perlakuan Direct
Transfer
No
|
Salinitas (ppt)
|
Waktu pengamatan (jam)
|
|||
24
|
48
|
72
|
96
|
||
1
|
0
|
100%
|
100%
|
70%
|
30%
|
2
|
10
|
100%
|
60%
|
30%
|
0%
|
3
|
20
|
30%
|
0%
|
-
|
-
|
4
|
30
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Tabel 3.1.3 Pengamatan Sintasan Ikan Nilem Perlakuan Gradual Transfer
No
|
Salinitas (ppt)
|
Waktu pengamatan (jam)
|
|||
24
|
48
|
72
|
96
|
||
1
|
0
|
100%
|
-
|
-
|
-
|
2
|
10
|
-
|
100%
|
-
|
-
|
3
|
20
|
-
|
-
|
70%
|
-
|
4
|
30
|
-
|
-
|
-
|
30%
|
Tabel 3.1.4 Pengamatan
Sintasan Ikan Nila Perlakuan Direct
Transfer
No
|
Salinitas (ppt)
|
Waktu pengamatan (menit)
|
|||
10
|
20
|
30
|
40
|
||
1
|
0
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
2
|
10
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
3
|
20
|
100%
|
100%
|
100%
|
90%
|
4
|
30
|
100%
|
60%
|
600%
|
0%
|
Tabel 3.1.5 Pengamatan
Sintasan Ikan Nila Perlakuan Direct
Transfer
No
|
Salinitas (ppt)
|
Waktu pengamatan (jam)
|
|||
24
|
48
|
72
|
96
|
||
1
|
0
|
100%
|
100%
|
100%
|
100%
|
2
|
10
|
90%
|
90%
|
60%
|
40%
|
3
|
20
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
4
|
30
|
0%
|
0%
|
0%
|
0%
|
Tabel 3.1.6 Pengamatan
Sintasan Ikan Nila Perlakuan Gradual
Transfer
No
|
Salinitas (ppt)
|
Waktu pengamatan (jam)
|
|||
24
|
48
|
72
|
96
|
||
1
|
0
|
100%
|
|
|
|
2
|
10
|
|
90%
|
|
|
3
|
20
|
|
|
0%
|
|
4
|
30
|
|
|
|
0%
|
Tabel 3.1.7 Pengamatan
Osmolalitas Plasma Dan Medium Ikan Nila
No.
|
Salinitas
(ppt)
|
Osmolalitas
|
Kapasitas
Osmoregulasi
|
|
Plasma
|
Medium
|
|||
1
|
0 ppt
|
820 mm/kg
|
165 mm/kg
|
4,97 mm/kg
|
2
|
10 ppt
|
827 mm/kg
|
253 mm/kg
|
3,27 mm/kg
|
3
|
20 ppt
|
556 mm/kg
|
370 mm/kg
|
1,50 mm/kg
|
4
|
30 ppt
|
506 mm/kg
|
739 mm/kg
|
0,68 mm/kg
|
5
|
0 ppt
|
771 mm/kg
|
165 mm/kg
|
4,67 mm/kg
|
Tabel 3.1.8 Pengamatan
Osmolalitas Plasma Dan Medium Kepiting bakau
No.
|
Salinitas
(ppt)
|
Osmolalitas
|
Kapasitas
Osmoregulasi
|
|
Plasma
|
Medium
|
|||
1
|
0 ppt
|
597 mM/kg
|
165 mM/kg
|
3,62 mM/kg
|
2
|
10 ppt
|
940 mM/kg
|
253 mM/kg
|
3,72 mM/kg
|
3
|
20 ppt
|
622 mM/kg
|
370 mM/kg
|
1,68 mM/kg
|
4
|
30 ppt
|
523 mM/kg
|
739 mM/kg
|
0,71 mM/kg
|
5
|
0 ppt
|
537 mM/kg
|
165 mM/kg
|
3,25 mM/kg
|
3.2.
Pembahasan
Osmoregulasi
adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut
yang ada di dalam tubuh. Proses ini dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan
antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan yang tepat karena adanya
perbedaan konsentrasi. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan
meletus, sedangkan jika menerima terlalu sedikit air maka sel akan mengerut
serta mati. Proses inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis atau pergerakan air
dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi menuju ke yang lebih
rendah. Berdasarkan konsentrasi osmotik, suatu cairan dapat dibedakan menjadi
hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik. Hipoosmotik adalah cairan yang
konsentrasi osmotiknya lebih rendah dibandingkan lingkungannya. Isoosmotik
adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya sama dengan lingkungannya.
Hiperosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya lebih tinggi
dibandingkan lingkungannya (Susilo, 2010).
Osmoregulasi dibagi menjadi dua yaitu osmoregulator dan osmokonformer.
Osmoregulator merupakan hewan yang menjaga osmolaritas tanpa tergantung
lingkungan. Kemampuan meregulasi membuat hewan osmoregulator dapat hidup di
lingkungan dengan osmolaritas yang cukup rendah seperti air tawar, contohnya
udang air tawar dan Teleostei air tawar. Seekor hewan osmoregulator jika dalam lingkungan hipoosmotik harus
membuang kelebihan air, sedangkan jika dalam lingkungan hiperosmotik akan
secara terus-menerus mengambil air untuk mengatasi kehilangan osmotik.
Osmokonformer merupakan hewan yang memiliki osmolaritas internal yang sama
dengan lingkungannya sehingga tidak ada tendensi untuk memperoleh atau
kehilangan air. Hewan osmokonformer kebanyakan hidup di lingkungan yang
memiliki komposisi kimia yang sangat stabil seperti di laut sehingga memiliki
osmolaritas yang cenderung konstan. Hewan osmokonformer kebanyakan hewan
invertebrata laut seperti ubur-ubur, rajungan dan kerang-kerangan (Susilo, 2010).
Hewan dengan
keterbatasan toleransi terhadap bermacam-macam lingkungan disebut stenohalin.
Sedangkan hewan dengan kemampuan toleransi yang besar terhadap berbagai macam
keadaan lingkungan disebut eurihalin. Selain stenohalin dan eurihalin, hewan
juga dapat dibagi menjadi kelompok berdasarkan pola perubahan yang terjadi pada
internal tubuhnya terhadap konsentrasi osmosis cairan tubuh sebagai respon
terhadap variasi eksternalnya. Contoh ikan euryhalin adalah Cyprinodon variegates, Mozambique tilapia,
Morone saxatillis, dan Oreochromis niloticus (Prosser,
1961). Menurut Djarijah (1995), menyebutkan ikan yang termasuk stenohalin yaitu
mempunyai toleransi terhadap salinitas yang sempit yaitu mencapai 35 ppt,
sedangkan pertumbuhan optimalnya berkisar antara 0-10 ppt, untuk ikan eurihalin
yaitu yang mempunyai toleransi terhadap salinitas yang luas toleransi
salinitasnya mencapai 60 ppt.
Ikan memerlukan osmoregulasi karena harus
terjadi keseimbangan antara subtansi tubuh dan lingkungan, membran selnya yang
permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat dan
adanya perbedaan tekanan osmotik yang berbeda.
Konsep tekanan osmotik dapat menimbulkan
kebingungan sehingga lebih sering menggunakan istilah konsentrasi osmotik. Jika
suatu larutan memiliki konsentrasi osmotik lebih tinggi tekanan osmotiknya juga
tinggi. Larutan yang mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dibanding larutan
yang lain disebut hiperosmotik. Larutan yang memiliki konsentrasi osmotik lebih
rendah daripada larutan lainnya disebut hipoosmotik. Apabila konsentrasi
osmotiknya sama dengan larutan lainnya disebut isotonik atau isoosmotik(
Fujaya, 2004).
Ikan Nila (Oreochromis sp.) dan ikan Nilem (Osteochilus hasselti) merupakan hewan
yang termasuk osmoregulator. Ikan Nila termasuk ke dalam golongan eurihalin
(mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup luas) sementara ikan
Nilem termasuk ke dalam golongan hewan stenohalin (mampu hidup dalam perairan
dengan salinitas yang sempit) (Isnaeni, 2006). Adaptasi yang dilakukan oleh
ikan bertulang sejati (teleostei) yang eurihalin terhadap salinitas medium
merupakan proses yang komplek yang melibatkan respon fisiologi oleh organ
osmoregulasi. Insang dan ginjal merupakan organ yang merespon hal tersebut bagi
ikan teleostei. Insang merupakan organ yang langsung berhubungan dengan
lingkungan eksternalnya dan ginjal sebagai pengatur pada lingkungan internal
ikan tersebut (Tang, et al., 2009).
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan kelompok kami
menggunakan hewan uji larva ikan Nilem (Osteochillus
hasselti) yang diuji toleransi salinitas. Uji toleransi salinitas yang
digunakan adalah 0 – 30 ppt secara gradual transfer. Salinitas ke 10 ppt pada jam ke 24 setelah
perlakuan dari 10 ekor semuanya masih tetap hidup, dilanjut dengan penggunaan 20 dan 30
ppm, jumlah ikan uji semakin berkurang (mati). Hal ini
karena ikan tidak mampu menjaga keseimbangan cairan pada tubuhnya. Hasil yang diperoleh dari data pengamatan sintasan pada ikan Nilem
pada berbagai salinitas dan lamanya waktu menunjukkan
kesesuaian bahwa ikan nilem merupakan ikan stenohalin yaitu ikan
yang tidak dapat beradaptasi pada dua lingkungan berbeda yang mampu berpindah
dari perairan tawar ke perairan laut dan sebaliknya, ikan nilem memiliki sifat
hipertonik yakni kadar konsentrasi pada plasma darah lebih tinggi dari pada nilai konsentrasi medianya. Ikan Nilem tidak mampu
beradaptasi terhadap lingkungan dengan salinitas tinggi (Hurkat and Mathur,
1976). Berbeda dengan pengujian ikan nila, Hasil yang
diperoleh pada pengujian ikan nila dapat diketahui bahwa
kapasitas osmoregulasi ikan nila pada salinitas 30 ppt bersifat hipoosmotik
karena kapasitas osmoregulasinya kurang dari 1. Semakin tinggi salinitas maka
akan semakin tinggi osmolalitas plasma darahnya, oleh karena itu ikan Nila termasuk hipoosmotik
yaitu konsentrasi osmotik dalam tubuhnya lebih rendah dari
pada lingkungannya (Lagler, 1977).
Peningkatan salinitas pada beberapa ppt merupakan fase bagi hewan
untuk menyesuaikan diri, semakin singkat waktu penyesuaian maka semakin besar
kesempatan hidupnya. Teori yang ada menyatakan bahwa difusi substansi akan
keluar dari tubuh melalui insang. Rasio insang dengan permukaan tubuh sangat
mempengaruhi difusi tersebut. Ikan kecil dengan metabolisme tinggi mempunyai
permukaan insang luas dari pada ikan besar dalam satu spesies (Johnson et al.,1984).
Ikan Nila digolongkan dalam hewan perairan eurihalin. Ikan ini merupakan ikan
air tawar yang bersifat hipertonik terhadap air tawar, sehingga bila dimasukkan
dalam air dengan salinitas tinggi maka ikan akan bersifat hipotonik terhadap
lingkungan barunya (Hurkat and Mathur, 1976).
Perbedaan dalam hasil sintasan menunjukkan adanya mekanisme berbeda dalam
osmoregulasi antar ikan air tawar dengan ikan air laut. Ikan air tawar memiliki
insang yang berbeda dengan ikan air laut sehingga berpengaruh terhadap
transport ion. Kadar salinitas berpengaruh terhadap asupan ion dalam tubuh bagi
hewan air laut kelebihan ini mampu diantisipasi dengan pengeluaran produk
buangan sedangkan pada ikan air tawar hampir semuanya memiliki sel klorida.
Selain itu, masuknya ion ini juga sangat berpengaruh pada timbulnya HCO3-
dalam plasma darah ini disebabkan kelebihanya asupan Na+ (Evans, 2010).
Tingkat osmollitas plasma pada hewan – hewan euryhalin dapat berubah – ubah
menyesuaikan habitatnya. Pada proses osmoregulasi, mekanisme transport aktif
dalam upaya menjaga konsentrasi osmotik internal homeostasis, ikan memanfaatkan
protein membran seperti Na+, K+ dan ATPase untuk
melakukan transport aktif ion yang terjadi di inang, eosofagus, dan intestine
(Susilo, 2010).
Menurut Campbell et al,. (2004), terdapat dua penyelesaian dasar
terhadap permasalahan keseimbangan antara perolehan dan kehilangan air. Satu
penyelesaian untuk hewan laut adalah tetap bersifat isoosmotik dengan
lingkungan air asinnya. Hewan seperti itu yang tidak secara aktif menyesuaikan
osmolaritas internalnya, dikenal sebagai osmokonformer. Sebaliknya
osmoregulator merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas internalnya
karena cairan tubuhnya tidak isoosmotik dengan lingkunga luarnya. Sebagian
besar hewan baik merupakan osmokonformer maupun osmoregulator tidak dapat
mentolerir perubahan yang sangat besar dalam osmolaritas eksternal. Hewan
seperti itu dikatakan sebagai hewan stenohalin. Akan tetapi, beberapa hewan
yang disebut euryhalin, dapat bertahan hidup dalam lingkungan dengan fluktuasi
osmolaritas eksternal yang sangat besar. Hewan-hewan itu bisa menyesuaikan
dengan perubahan suhu atau mengatur osmolaritas internalnya di dalam kisaran
yang sempit bahkan ketika lingkungan eksternalnya berubah. Contoh hewan
osmoregulator adalah ikan nila, sedangkan hewan osmoconformer adalah ikan laut,
ubur-ubur, dan rajungan. Salah satu contoh hewan euryhalin yaitu ikan bertulang
sejati yang disebut tilapia, ikan asli Afrika yang dapat menyesuaikan diri
dengan konsenterasi garam dengan kisaran antara konsentrasi air tawar dan dua
kali konsentrasi air laut.
Matinya ikan setelah melewati batasnya dapat disebabkan oleh tiga
kemungkinan antara lain karena gagalnya mekanisme pengaturan yang akhirnya
menyebabkan perubahan konsentrasi internal yang bersifat fatal, gangguan fungsi
respirasi insang sehingga menyebabkan asphysia yang fatal, dan kegagalan
jantung sehingga ikan tidak dapat melakukan fungsi metabolisme dengan baik
(Goenarso, 1989). Berdasar beberapa teori diatas dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi perlakuan yang diberikan, maka
tingkat kelangsungan ikan lebistes semakin rendah. Perubahan salinitas medium yang
menyebabkan perubahan osmolalitas plasma juga menghasilkan perubahan kapasitas
osmoregulasi. Kapasitas osmoregulasi adalah rasio antara nilai osmolalitas
plasma dengan nilai osmolalitas media. Jika nilai kapasitas osmoregulasi
mendekati dua maka ikan dikelompokkan ke dalam kondisi hiperosmotik, bila nilai
kapasitas osmoregulasi berkisar satu ikan dikatakan isoosmotik, dan bila nilai
kapasitas osmoregulasi dibawah satu maka ikan dikatakan dalam kondisi
hipoosmotik. Menurut Kay (1998), konsentrasi osmotik
ikan nila lebih tinggi dari lingkungannya (hiperosmotik).
Menurut Hitckman (1972) yang menyatakan bahwa hubungan
antara plasma darah, media dan konsentrasi media atau salinitas dapat
dituliskan bahwa semakin tinggi konsentrasi media, maka semakin tinggi pula
media dan konsentrasi plasma darahnya. Besarnya osmolalitas pada plasma darah
lebih besar jika dibandingkan dengan osmolalitas media. Hal ini disebabkan
karena hewan-hewan air tawar harus menyimpan kadar garam pada cairan tubuhnya
lebih tinggi daripada yang terdapat dalam media (air). Oleh karena itu, air
akan masuk ke dalam tubuh secara osmosis dan garam keluar secara difusi. Karena
lingkungan yang hiperosmotik maka ikan nila akan mengalami permasalahan
kemasukan air melalui osmosis dan kehilangan ion-ion tubuh melalui difusi.
Berdasarkan hal tersebut ikan nila harus mempertahankan ion tubuhnya dan
mengeluarkan urin hipoosmotik untuk mengeluarkan air dan mengganti ion tubuh
atau garam yang hilang dengan absorbsi melalui permukaan tubuh tertentu seperti
insang (Kay, 1998). Ikan nila pada umumnya memiliki toleransi salinitas sempit
yaitu sebesar 0,1 sampai 10 ppt (Gordon, 1982).
Berdasarkan sumber
jurnal penelitian lain dengan menggunakan jenis ikan bandeng yaitu, perubahan
osmolaritas plasma dapat terjadi sebagai respon terhadap perubahan salinitas
media. Sintasan larva bandeng yang tinggi hanya dapat dicapai apabila larva
dipelihara pada media dengan salinitas optimum dimana osmolaritas plasma
mendekati osmolaritas media (isoosmotik). Guna mendapatkan gambaran osmolaritas
plasma larva bandeng maka dilakukan penelitian (Karim,
2006).
Osmometer adalah alat
yang digunakan pada percobaan ini untuk mengukur osmolalitas media dan
osmolalitas plasma sehingga didapatkan kapasitas osmoregulasi. Osmometer
memiliki beberapa jenis, contohnya adalah osmometer membran dan vapour pressure
osmometer, tetapi yang banyak digunakan adalah vapour pressure osmometer.
Osmometer jenis ini tidak langsung secara sensitif mengukur osmolalitas, tetapi
secara tidak langsung osmolalitas akan terukur dengan menggunakan termistor
yang dapat mendeteksi perubahan voltase yang diakibatkan oleh perubahan
temperatur (Campbell et
al., 2004).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum acara osmoregulasi dapat ditarik
kesimpulan:
1.
Osmoregulasi dikelompokan kedalam dua
kategori, yaitu : osmoregulator dan osmokonfermer.
2.
Kapasitas regulasi adalah rasio antara nilai
osmolalitas plasma dan osmolalitas media, nilai kapasita regulasi terbagi
menjadi tiga kelompok, yaitu: Hiperosmotik, Isoosmotik dan Hipoosmotik.
3.
Berdasarkan keterbatasan toleransinya
terhadap lingkungan, hewan terbagi menjadi dua, yaitu : Euryhalin dan
Stenohalin.
4.
Osmoregulasi pada hewan uji Osteochilus hasselti dan Oreochromis niloticus terdapat
perbedaan, karena Osteochilus hasselti masuk
dalam kelompok hewan stenohalin, sedangkan Oreochromis
niloticus masuk dalam kelompok euryhalin.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell,
N.A., J.B Reece dan L.G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi kelima Jilid III. erlangga.
Jakarta.
Djarijah,
A. S. 1995. Nila Merah; Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif. Kanisius, Yogyakrta.
Evans,D.H.1998. The Physiology of Fishes Second Edition.
CRC Press, New York.
Evans, D.H. 2010. Freshwater Fish Gill Ion
Transport: August Krogh to morpholinos and microprobes. Acta Physiologica 2010 Scandinavian Physiological Society, doi:
10.1111/j.1748-1716.2010.02186.x.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan
“Dasar Pengembangan Teknik Perikanan”. Rineka Cipta, Jakarta.
Goenarso. 1989.
Fisiologi Hewan. Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayat, ITB, Bandung.
Gordon, M S. 1977. Animal Physiology. McMillan Publishing
co. ltd., New York
Gordon, M.S.
1982. Animal Physiology Principles and
Adaptation. Mac Millan Publishing Co Inc, New York.
Hickman, C. F. 1972. Biology
of Animals. The C. V. Mosby Company, Saint Louis.
Hurkat and Mathur, P. N. 1976. A
Text Book of Animal Physiology. S. Chank and Co (P) Ltd, New Delhi.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta.
Johnson, K.D,
D.C Rayle and H.L. Alberg. 1984. Biology
on Introduction. S. Chand and Co, New Delhi.
Karim, M. Y. 2006.
Perubahan Osmolaritas Plasma Larva Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Sebagai
Respon Adaptasi Salinitas. J. Sains
& Teknologi, Vol. 6 (3):
143–148
Kay, I.
1998. Introduction to Animal Physiology.
Glos Scientific Publisher United, New York.
Lagler, K. F. 1977. Ichtilogy. John Wiley and Sons, New
York.
Prosser C. 1961. Comparative
Animal PhysiologySecond Edition. W.B Saunders Compani, London.
Soetarto,1986.
Biologi. Widya Duta, Surakarta.Ville, C.W., W.F. Barnes, R.D.
Barnes. 1988. Zoologi Umum.
Erlangga, Jakarta.
Susilo, U
dan S. Sukmaningrum. 2010. Osmoregulasi Ikan Sidat Anguilla bicolor Mc Clelland Pada Media Dengan Salinitas Berbeda.
Sains Akuatik 10 (2) : 111-119.
Tang, H,C.
2009. Journal of Constant Muscle Water
Content and Renal HSP90 Expression Reflect Osmotic Homeostasis in Euryhaline
Teleosts Acclimated to Different Environmental Salinities. Taiwan.
Yuwono, E.
2006. Fisiologi Hewan II. UNSOED Press, Purwokerto.
terimaksih infonya sangat membantu, jangan lupa kunjungi web kami http://bit.ly/2NacySN
BalasHapus