Selasa, 14 Oktober 2014

OSMOREGULASI








                                                 




 Oleh :
                                                        Nama                            : Ikhwan Mulyadi
                                                        NIM                               : B1J012187
                                                        Rombongan               : V
                                                        Kelompok                   : 2
Asisten                        : Anisa Rahmawati









LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II







KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I.     PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan keseimbangan kadar dalam tubuh, didalam zat yang kadar garamnya berbeda. Evans (1988) menyatakan, osmoregulasi adalah mekanisme pengaturan air dan ion dalam tubuh dengan sejumlah mekanisme yang dilakukan untuk mengatasi problem osmotik dan mengatur perbedaan diantara intra sel dan ekstra sel dan diantara ekstra sel dengan lingkungan secara kolektif, Soetarto (1986) menambahkan mekanisme osmoregulasi meliputi volume air, kandungan zat terlarut dan distribusi zat terlarut. Dimana makhluk hidup mempertahankan kekonstanan volume air dalam tubuhnya melalui mekanisme dimana jumlah air yang masuk harus sama dengan jumlah air yang keluar. Fujaya (2004) menambahkan ikan mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, oleh karena itu ikan harus mencegah kelebihan air atau kekurangan air, agar proses-proses fisiologis di dalam tubuhnya dapat berlangsung dengan normal. Pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh pada ikan ini disebut osmoregulasi.
Berdasarkan kemampuan adaptasi terhadap tingkat salinitas maka hewan air dapat diklasifikasikan dalam stenohalin dan eurihalin. Stenohalin merupakan hewan yang hanya mampu bertahan pada lingkungan salinitas yang sempit, sedangkan eurihalin merupakan hewan yang mampu bertahan pada tingkat salinitas yang beragam. Sintasan adalah istilah ilmiah yang menunjukkan tingkat kelulushidupan (survival rate) dari suatu populasi dalam jangka waktu tertentu. Istilah ini biasanya dipakai dalam konteks populasi individu muda yang harus bertahan hidup hingga siap berkembang biak (Yuwono, 2006). Percobaan sintasan ikan nila dan nilem dilakukan dengan perlakuan direct transfer dan gradual transfer. Perlakuan direct transfer maksudnya adalah pengukuran ikan nila dan nilem secara langsung, yaitu dimasukkan pada salinitas yang diinginkan, sedangkan gradual transfer secara tidak langsung atau bertahap dari salinitas rendah ke salinitas tinggi. Perubahan salinitas lingkungan akan memicu mekanisme osmoregulasi pada ikan yang berfungsi untuk menjaga osmolalitas plasma dan media sesuai dengan keadaan lingkungan. Insang dan ginjal adalah organ yang paling berperan dalam osmoregulasi. Insang  berfungsi mengambil garam dari lingkungan sekitar untuk menjaga agar tidak dehidrasi dan ginjal menyerap garam–garam, serta mengeluarkannya ketika kondisi garam pada tubuh sudah terlalu banyak dalam bentuk urin (Tang, 2009).

1.2   Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mempelajari osmoregulasi pada hewan eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup luas), ikan nila (Oreochromis sp.) dan hewan stenohalin ikan nilem (Osteochilus hasselti) dan kepiting (Scylla serrata).






























II.  MATERI DAN CARA KERJA
2.1.   Materi
Alat yang digunakan adalah gelas plastik, pinset, stopwatch, saringan, baskom, spuit, kertas cakram, tabung efendorf, sentrifuge, wadah plasma, wadah pendingin, mikropipet dan osmometer.
Bahan yang digunakan adalah larva ikan nila (Oreochromis sp.), larva ikan nilem (Osteochilus hasselti), ikan nila (Oreochromis sp.), kepiting bakau (Scylla serrata), air laut dengan salinitas 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt, air tawar, dan EDTA.

2.2.   Cara Kerja
2.2.1 Pengamatan Toleransi Salinitas
1.       Dibuat medium air dengan salinitas 0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, masing-masing sebanyak ± 1 liter.
2.       Medium dibagi kedalam 6 wadah percobaan, masing-masing terdiri atas dua wadah percobaan. Masing-masing wadah diberi label sesuai dengan salinitasnya.
3.       Dimasukkan kedalam  tiga wadah percobaan dengan salinitas berbeda yaitu 10 ppt, 20 ppt, dan 30 ppt masing-masing 10 ekor benih ikan nila.
4.       Untuk direct transfer dilakukan pengamatan dan catat waktu kematian tiap ekor pada masing-masing wadah percobaan setiap 10 menit hingga menit ke- 40.
5.       Untuk gradual transfer ikan dimasukkan kedalam wadah dengan salinitas rendah kemudian pindahkan ke wadah dengan salinitas yang lebih tinggi setiap 24 jam selama 4 hari pengamatan.
6.       Dihitung sintasannya dengan cara :
2.2.2 Pengukuran Osmolalitas plasma dan medium pada ikan nila
1.       Diambil sampel darah ikan nila yang telah diaklimasi pada salinitas medium selama 24 jam dengan menggunakan spuit yang sebelumnya telah dibasahi dengan EDTA. Darah ikan diambil dengan cara memotong bagian ekornya atau dengan menyuntikkan spuit ke bagian vena caudalis atau jantungnya.
2.       Darah ditampung pada cawan petri kemudian dimasukkan ke dalam tabung efendorf.
3.       Dilakukan sentrifugasi darah untuk memperoleh plasma darah.
4.       Diukur osmolalitas plasma dan medium dengan osmometer.
5.       Dihitung rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium (kapasitas osmoregulasi) dengan rumus :
6.       Dicatat semua data yang diperoleh.
2.2.3. Pengukuran Osmolalitas plasma dan medium pada hemolimfa kepiting
1.    Diambil hemolimfa kepiting bakau yang telah diaklimasi pada salinitas medium selama 24 jam dengan menggunakan spuit yang sebelumnya telah dibasahi dengan EDTA. Hemolimfa diambil dari ruas-ruas kaki yang paling dekat dengan tubuh.
4.    Diukur osmolalitas plasma dan medium dengan osmometer.
5.    Dihitung rasio antara osmolalitas plasma dengan osmolalitas medium
(kapasitas osmoregulasi) dengan rumus :
6.    Dicatat semua data yang diperoleh.























III.  HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1.1 Pengamatan Sintasan Ikan Nilem  Perlakuan Direct Transfer
No
Salinitas (ppt)
Waktu pengamatan (menit)
10
20
30
40
1
0
100%
100%
100%
100%
2
10
100%
100%
100%
100%
3
20
100%
90%
80%
80%
4
30
30%
30%
0%
0%

Tabel 3.1.2 Pengamatan Sintasan Ikan Nilem Perlakuan Direct Transfer
No
Salinitas (ppt)
Waktu pengamatan (jam)
24
48
72
96
1
0
100%
100%
70%
30%
2
10
100%
60%
30%
0%
3
20
30%
0%
-
-
4
30
-
-
-
-

Tabel 3.1.3  Pengamatan Sintasan Ikan Nilem Perlakuan Gradual Transfer
No
Salinitas (ppt)
Waktu pengamatan (jam)
24
48
72
96
1
0
100%
-
-
-
2
10
-
100%
-
-
3
20
-
-
70%
-
4
30
-
-
-
30%

Tabel 3.1.4 Pengamatan Sintasan Ikan Nila Perlakuan Direct Transfer
No
Salinitas (ppt)
Waktu pengamatan (menit)
10
20
30
40
1
0
100%
100%
100%
100%
2
10
100%
100%
100%
100%
3
20
100%
100%
100%
90%
4
30
100%
60%
600%
0%

Tabel 3.1.5 Pengamatan Sintasan Ikan Nila Perlakuan Direct Transfer
No
Salinitas (ppt)
Waktu pengamatan (jam)
24
48
72
96
1
0
100%
100%
100%
100%
2
10
90%
90%
60%
40%
3
20
0%
0%
0%
0%
4
30
0%
0%
0%
0%

Tabel 3.1.6 Pengamatan Sintasan Ikan Nila Perlakuan Gradual Transfer
No
Salinitas (ppt)
Waktu pengamatan (jam)
24
48
72
96
1
0
100%



2
10

90%


3
20


0%

4
30



0%

Tabel 3.1.7 Pengamatan Osmolalitas Plasma Dan Medium Ikan Nila
No.
Salinitas (ppt)

Osmolalitas
Kapasitas Osmoregulasi
Plasma
Medium
1
0 ppt
820 mm/kg
165 mm/kg
4,97 mm/kg
2
10 ppt
827 mm/kg
253 mm/kg
3,27 mm/kg
3
20 ppt
556 mm/kg
370 mm/kg
1,50 mm/kg
4
30 ppt
506 mm/kg
739 mm/kg
0,68 mm/kg
5
0 ppt
771 mm/kg
165 mm/kg
4,67 mm/kg

Tabel 3.1.8 Pengamatan Osmolalitas Plasma Dan Medium Kepiting bakau
No.
Salinitas (ppt)

Osmolalitas
Kapasitas Osmoregulasi
Plasma
Medium
1
0 ppt
597 mM/kg
165 mM/kg
3,62 mM/kg
2
10 ppt
940 mM/kg
253 mM/kg
3,72 mM/kg
3
20 ppt
622 mM/kg
370 mM/kg
1,68 mM/kg
4
30 ppt
523 mM/kg
739 mM/kg
0,71 mM/kg
5
0 ppt
537 mM/kg
165 mM/kg
3,25 mM/kg


3.2.   Pembahasan
Osmoregulasi adalah proses untuk menjaga keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut yang ada di dalam tubuh. Proses ini dilakukan untuk mempertahankan keseimbangan antara jumlah air dan zat terlarut pada tingkatan yang tepat karena adanya perbedaan konsentrasi. Jika sebuah sel menerima terlalu banyak air maka ia akan meletus, sedangkan jika menerima terlalu sedikit air maka sel akan mengerut serta mati. Proses inti dalam osmoregulasi yaitu osmosis atau pergerakan air dari cairan yang mempunyai kandungan air lebih tinggi menuju ke yang lebih rendah. Berdasarkan konsentrasi osmotik, suatu cairan dapat dibedakan menjadi hipoosmotik, isoosmotik dan hiperosmotik. Hipoosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya lebih rendah dibandingkan lingkungannya. Isoosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya sama dengan lingkungannya. Hiperosmotik adalah cairan yang konsentrasi osmotiknya lebih tinggi dibandingkan lingkungannya (Susilo, 2010).
Osmoregulasi dibagi menjadi dua yaitu osmoregulator dan osmokonformer. Osmoregulator merupakan hewan yang menjaga osmolaritas tanpa tergantung lingkungan. Kemampuan meregulasi membuat hewan osmoregulator dapat hidup di lingkungan dengan osmolaritas yang cukup rendah seperti air tawar, contohnya udang air tawar dan Teleostei air tawar. Seekor hewan osmoregulator jika dalam lingkungan hipoosmotik harus membuang kelebihan air, sedangkan jika dalam lingkungan hiperosmotik akan secara terus-menerus mengambil air untuk mengatasi kehilangan osmotik. Osmokonformer merupakan hewan yang memiliki osmolaritas internal yang sama dengan lingkungannya sehingga tidak ada tendensi untuk memperoleh atau kehilangan air. Hewan osmokonformer kebanyakan hidup di lingkungan yang memiliki komposisi kimia yang sangat stabil seperti di laut sehingga memiliki osmolaritas yang cenderung konstan. Hewan osmokonformer kebanyakan hewan invertebrata laut seperti ubur-ubur, rajungan dan kerang-kerangan (Susilo, 2010).
Hewan dengan keterbatasan toleransi terhadap bermacam-macam lingkungan disebut stenohalin. Sedangkan hewan dengan kemampuan toleransi yang besar terhadap berbagai macam keadaan lingkungan disebut eurihalin. Selain stenohalin dan eurihalin, hewan juga dapat dibagi menjadi kelompok berdasarkan pola perubahan yang terjadi pada internal tubuhnya terhadap konsentrasi osmosis cairan tubuh sebagai respon terhadap variasi eksternalnya. Contoh ikan euryhalin adalah Cyprinodon variegates, Mozambique tilapia, Morone saxatillis, dan Oreochromis niloticus  (Prosser, 1961). Menurut Djarijah (1995), menyebutkan ikan yang termasuk stenohalin yaitu mempunyai toleransi terhadap salinitas yang sempit yaitu mencapai 35 ppt, sedangkan pertumbuhan optimalnya berkisar antara 0-10 ppt, untuk ikan eurihalin yaitu yang mempunyai toleransi terhadap salinitas yang luas toleransi salinitasnya mencapai 60 ppt.
Ikan memerlukan osmoregulasi karena harus terjadi keseimbangan antara subtansi tubuh dan lingkungan, membran selnya yang permeabel merupakan tempat lewatnya beberapa substansi yang bergerak cepat dan adanya perbedaan tekanan osmotik yang berbeda. Konsep tekanan osmotik dapat menimbulkan kebingungan sehingga lebih sering menggunakan istilah konsentrasi osmotik. Jika suatu larutan memiliki konsentrasi osmotik lebih tinggi tekanan osmotiknya juga tinggi. Larutan yang mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dibanding larutan yang lain disebut hiperosmotik. Larutan yang memiliki konsentrasi osmotik lebih rendah daripada larutan lainnya disebut hipoosmotik. Apabila konsentrasi osmotiknya sama dengan larutan lainnya disebut isotonik atau isoosmotik( Fujaya, 2004).
Ikan Nila (Oreochromis sp.) dan ikan Nilem (Osteochilus hasselti) merupakan hewan yang termasuk osmoregulator. Ikan Nila termasuk ke dalam golongan eurihalin (mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup luas) sementara ikan Nilem termasuk ke dalam golongan hewan stenohalin (mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang sempit) (Isnaeni, 2006). Adaptasi yang dilakukan oleh ikan bertulang sejati (teleostei) yang eurihalin terhadap salinitas medium merupakan proses yang komplek yang melibatkan respon fisiologi oleh organ osmoregulasi. Insang dan ginjal merupakan organ yang merespon hal tersebut bagi ikan teleostei. Insang merupakan organ yang langsung berhubungan dengan lingkungan eksternalnya dan ginjal sebagai pengatur pada lingkungan internal ikan tersebut (Tang, et al., 2009).
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan kelompok kami menggunakan hewan uji larva ikan Nilem (Osteochillus hasselti) yang diuji toleransi salinitas. Uji toleransi salinitas yang digunakan adalah 0 – 30 ppt secara gradual transfer. Salinitas ke 10 ppt pada jam ke 24 setelah perlakuan dari 10 ekor semuanya masih tetap hidup,  dilanjut dengan penggunaan 20 dan 30 ppm, jumlah ikan uji semakin berkurang (mati). Hal ini karena ikan tidak mampu menjaga keseimbangan cairan pada tubuhnya. Hasil yang diperoleh dari data pengamatan sintasan pada ikan Nilem pada berbagai salinitas dan lamanya waktu menunjukkan kesesuaian bahwa ikan nilem merupakan ikan stenohalin yaitu ikan yang tidak dapat beradaptasi pada dua lingkungan berbeda yang mampu berpindah dari perairan tawar ke perairan laut dan sebaliknya, ikan nilem memiliki sifat hipertonik yakni kadar konsentrasi pada plasma darah lebih tinggi dari pada nilai konsentrasi medianya. Ikan Nilem tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan dengan salinitas tinggi (Hurkat and Mathur, 1976). Berbeda dengan pengujian ikan nila, Hasil yang diperoleh pada pengujian ikan nila  dapat diketahui bahwa kapasitas osmoregulasi ikan nila pada salinitas 30 ppt bersifat hipoosmotik karena kapasitas osmoregulasinya kurang dari 1. Semakin tinggi salinitas maka akan semakin tinggi osmolalitas plasma darahnya, oleh karena itu ikan Nila termasuk hipoosmotik yaitu konsentrasi osmotik dalam tubuhnya lebih rendah dari pada   lingkungannya  (Lagler, 1977).
Peningkatan salinitas pada beberapa ppt merupakan fase bagi hewan untuk menyesuaikan diri, semakin singkat waktu penyesuaian maka semakin besar kesempatan hidupnya. Teori yang ada menyatakan bahwa difusi substansi akan keluar dari tubuh melalui insang. Rasio insang dengan permukaan tubuh sangat mempengaruhi difusi tersebut. Ikan kecil dengan metabolisme tinggi mempunyai permukaan insang luas dari pada ikan besar dalam satu spesies (Johnson et al.,1984). Ikan Nila digolongkan dalam hewan perairan eurihalin. Ikan ini merupakan ikan air tawar yang bersifat hipertonik terhadap air tawar, sehingga bila dimasukkan dalam air dengan salinitas tinggi maka ikan akan bersifat hipotonik terhadap lingkungan barunya (Hurkat and Mathur, 1976).
Perbedaan dalam hasil sintasan menunjukkan adanya mekanisme berbeda dalam osmoregulasi antar ikan air tawar dengan ikan air laut. Ikan air tawar memiliki insang yang berbeda dengan ikan air laut sehingga berpengaruh terhadap transport ion. Kadar salinitas berpengaruh terhadap asupan ion dalam tubuh bagi hewan air laut kelebihan ini mampu diantisipasi dengan pengeluaran produk buangan sedangkan pada ikan air tawar hampir semuanya memiliki sel klorida. Selain itu, masuknya ion ini juga sangat berpengaruh pada timbulnya HCO3- dalam plasma darah ini disebabkan kelebihanya asupan Na+  (Evans, 2010).
Tingkat osmollitas plasma pada hewan – hewan euryhalin dapat berubah – ubah menyesuaikan habitatnya. Pada proses osmoregulasi, mekanisme transport aktif dalam upaya menjaga konsentrasi osmotik internal homeostasis, ikan memanfaatkan protein membran seperti Na+, K+ dan ATPase untuk melakukan transport aktif ion yang terjadi di inang, eosofagus, dan intestine (Susilo, 2010).
Menurut Campbell et al,. (2004), terdapat dua penyelesaian dasar terhadap permasalahan keseimbangan antara perolehan dan kehilangan air. Satu penyelesaian untuk hewan laut adalah tetap bersifat isoosmotik dengan lingkungan air asinnya. Hewan seperti itu yang tidak secara aktif menyesuaikan osmolaritas internalnya, dikenal sebagai osmokonformer. Sebaliknya osmoregulator merupakan hewan yang harus menyesuaikan osmolaritas internalnya karena cairan tubuhnya tidak isoosmotik dengan lingkunga luarnya. Sebagian besar hewan baik merupakan osmokonformer maupun osmoregulator tidak dapat mentolerir perubahan yang sangat besar dalam osmolaritas eksternal. Hewan seperti itu dikatakan sebagai hewan stenohalin. Akan tetapi, beberapa hewan yang disebut euryhalin, dapat bertahan hidup dalam lingkungan dengan fluktuasi osmolaritas eksternal yang sangat besar. Hewan-hewan itu bisa menyesuaikan dengan perubahan suhu atau mengatur osmolaritas internalnya di dalam kisaran yang sempit bahkan ketika lingkungan eksternalnya berubah. Contoh hewan osmoregulator adalah ikan nila, sedangkan hewan osmoconformer adalah ikan laut, ubur-ubur, dan rajungan. Salah satu contoh hewan euryhalin yaitu ikan bertulang sejati yang disebut tilapia, ikan asli Afrika yang dapat menyesuaikan diri dengan konsenterasi garam dengan kisaran antara konsentrasi air tawar dan dua kali konsentrasi air laut.
Matinya ikan setelah melewati batasnya dapat disebabkan oleh tiga kemungkinan antara lain karena gagalnya mekanisme pengaturan yang akhirnya menyebabkan perubahan konsentrasi internal yang bersifat fatal, gangguan fungsi respirasi insang sehingga menyebabkan asphysia yang fatal, dan kegagalan jantung sehingga ikan tidak dapat melakukan fungsi metabolisme dengan baik (Goenarso, 1989). Berdasar beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi perlakuan yang diberikan, maka tingkat kelangsungan ikan lebistes semakin rendah. Perubahan salinitas medium yang menyebabkan perubahan osmolalitas plasma juga menghasilkan perubahan kapasitas osmoregulasi. Kapasitas osmoregulasi adalah rasio antara nilai osmolalitas plasma dengan nilai osmolalitas media. Jika nilai kapasitas osmoregulasi mendekati dua maka ikan dikelompokkan ke dalam kondisi hiperosmotik, bila nilai kapasitas osmoregulasi berkisar satu ikan dikatakan isoosmotik, dan bila nilai kapasitas osmoregulasi dibawah satu maka ikan dikatakan dalam kondisi hipoosmotik. Menurut Kay (1998), konsentrasi osmotik ikan nila lebih tinggi dari lingkungannya (hiperosmotik).
Menurut Hitckman (1972) yang menyatakan bahwa hubungan antara plasma darah, media dan konsentrasi media atau salinitas dapat dituliskan bahwa semakin tinggi konsentrasi media, maka semakin tinggi pula media dan konsentrasi plasma darahnya. Besarnya osmolalitas pada plasma darah lebih besar jika dibandingkan dengan osmolalitas media. Hal ini disebabkan karena hewan-hewan air tawar harus menyimpan kadar garam pada cairan tubuhnya lebih tinggi daripada yang terdapat dalam media (air). Oleh karena itu, air akan masuk ke dalam tubuh secara osmosis dan garam keluar secara difusi. Karena lingkungan yang hiperosmotik maka ikan nila akan mengalami permasalahan kemasukan air melalui osmosis dan kehilangan ion-ion tubuh melalui difusi. Berdasarkan hal tersebut ikan nila harus mempertahankan ion tubuhnya dan mengeluarkan urin hipoosmotik untuk mengeluarkan air dan mengganti ion tubuh atau garam yang hilang dengan absorbsi melalui permukaan tubuh tertentu seperti insang (Kay, 1998). Ikan nila pada umumnya memiliki toleransi salinitas sempit yaitu sebesar 0,1 sampai 10 ppt (Gordon, 1982).
Berdasarkan sumber jurnal penelitian lain dengan menggunakan jenis ikan bandeng yaitu, perubahan osmolaritas plasma dapat terjadi sebagai respon terhadap perubahan salinitas media. Sintasan larva bandeng yang tinggi hanya dapat dicapai apabila larva dipelihara pada media dengan salinitas optimum dimana osmolaritas plasma mendekati osmolaritas media (isoosmotik). Guna mendapatkan gambaran osmolaritas plasma larva bandeng maka dilakukan penelitian (Karim, 2006).
Osmometer adalah alat yang digunakan pada percobaan ini untuk mengukur osmolalitas media dan osmolalitas plasma sehingga didapatkan kapasitas osmoregulasi. Osmometer memiliki beberapa jenis, contohnya adalah osmometer membran dan vapour pressure osmometer, tetapi yang banyak digunakan adalah vapour pressure osmometer. Osmometer jenis ini tidak langsung secara sensitif mengukur osmolalitas, tetapi secara tidak langsung osmolalitas akan terukur dengan menggunakan termistor yang dapat mendeteksi perubahan voltase yang diakibatkan oleh perubahan temperatur (Campbell et al., 2004).

















IV.   KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum acara osmoregulasi dapat ditarik kesimpulan:
1.         Osmoregulasi dikelompokan kedalam dua kategori, yaitu : osmoregulator dan osmokonfermer.
2.         Kapasitas regulasi adalah rasio antara nilai osmolalitas plasma dan osmolalitas media, nilai kapasita regulasi terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu: Hiperosmotik, Isoosmotik dan Hipoosmotik.
3.         Berdasarkan keterbatasan toleransinya terhadap lingkungan, hewan terbagi menjadi dua, yaitu : Euryhalin dan Stenohalin.
4.         Osmoregulasi pada hewan uji Osteochilus hasselti dan Oreochromis niloticus terdapat perbedaan, karena Osteochilus hasselti masuk dalam kelompok hewan stenohalin, sedangkan Oreochromis niloticus masuk dalam kelompok euryhalin.





















DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N.A., J.B Reece dan L.G. Mitchell. 2004. Biologi Edisi kelima Jilid III. erlangga. Jakarta.

Djarijah, A. S. 1995. Nila Merah; Pembenihan dan Pembesaran Secara Intensif. Kanisius, Yogyakrta.

Evans,D.H.1998. The Physiology of Fishes Second Edition. CRC Press, New York.

Evans, D.H. 2010. Freshwater Fish Gill Ion Transport: August Krogh to morpholinos and microprobes. Acta Physiologica 2010 Scandinavian Physiological Society, doi: 10.1111/j.1748-1716.2010.02186.x.
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan “Dasar Pengembangan Teknik Perikanan”. Rineka Cipta, Jakarta.
Goenarso.  1989.  Fisiologi Hewan.  Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat, ITB, Bandung.
Gordon, M S. 1977. Animal Physiology. McMillan Publishing co. ltd., New York
Gordon, M.S. 1982. Animal Physiology Principles and Adaptation. Mac Millan Publishing Co Inc, New York.

Hickman, C. F. 1972. Biology of Animals. The C. V. Mosby Company, Saint Louis.

Hurkat and Mathur, P. N. 1976. A Text Book of Animal Physiology. S. Chank and Co (P) Ltd, New Delhi.
Isnaeni, W. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius, Yogyakarta.
Johnson, K.D, D.C Rayle and H.L. Alberg. 1984. Biology on Introduction. S. Chand and Co, New Delhi.
Karim, M. Y. 2006. Perubahan Osmolaritas Plasma Larva Ikan Bandeng (Chanos Chanos) Sebagai Respon Adaptasi Salinitas.  J. Sains & Teknologi, Vol. 6 (3): 143–148
Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Glos Scientific Publisher United, New York.

Lagler, K. F. 1977. Ichtilogy. John Wiley and Sons, New York.
Prosser C. 1961. Comparative Animal PhysiologySecond Edition. W.B Saunders Compani, London.

Soetarto,1986. Biologi. Widya Duta, Surakarta.Ville, C.W., W.F. Barnes,  R.D.  Barnes.  1988.  Zoologi Umum.  Erlangga, Jakarta.
Susilo, U dan S. Sukmaningrum. 2010. Osmoregulasi Ikan Sidat Anguilla bicolor Mc Clelland Pada Media Dengan Salinitas Berbeda. Sains Akuatik 10 (2) : 111-119.
Tang, H,C. 2009. Journal of Constant Muscle Water Content and Renal HSP90 Expression Reflect Osmotic Homeostasis in Euryhaline Teleosts Acclimated to Different Environmental Salinities. Taiwan.


Yuwono, E. 2006. Fisiologi Hewan II. UNSOED Press, Purwokerto.

1 komentar:

  1. terimaksih infonya sangat membantu, jangan lupa kunjungi web kami http://bit.ly/2NacySN

    BalasHapus