FUNGSI CHEMORESEPTOR PADA LOBSTER
Oleh :
Nama : Ikhwan
Mulyadi
NIM : B1J012187
Rombongan : V
Kelompok : 2
Asisten : Anisa
Rahmawati
LAPORAN
PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reseptor adalah neuron atau sel-sel ephitelium
yang terspesialisasi, yang ini terdiri dari sel itu sendiri atau dalam kelompok
dengan jenis sel lain di dalam organ, seperti organ sensori (mata dan telinga).
Reseptor mendeteksi perubahan beberapa variable lingkungan internal hewan dalam
setiap kontrol homeostasis. Ekteroreseptor mendeteksi stimulus dari luar tubuh,
seperti tekanan, panas, cahaya dan bahan kimia. Interoreseptor mendeteksi
stimulus dari dalam tubuh, seperti tekanan darah dan posisi tubuh. Sel-sel
reseptor mengubah energi stimulus menjadi perubahan dalam potensial membran,
kemudian menghantarkan sinyal ke sistem saraf (Ville et al.,1988).
Macam reseptor berdasarkan tipe stimulusnya antara lain chemoreseptor,
mechanoreseptor dan photoreseptor. Chemoreseptor yaitu indera yang
distimulisasi oleh berbagai ion atau molekul kimia baik dalam bentuk gas maupun
cairan reseptor ini meliputi indera penciuman, perasa dan juga reseptor yang
memanta yang memantau konsentrasi oksigen dan karbondioksida. Mechanoreseptor
adalah organ indera yang distimulasi oleh suatu energi kinetik. Organ-organ
indera yang termasuk dalam kategori ini adalah organ yang memantau fungsi-fungsi
internal seperti tensi otot atau posisi sendi, dan tensi otot atau posisi
sendi, dan juga indera peraba, keseimbangan dan pendengaran. Photoreseptor adalah indera yang merespon energi elektromagnetik dan bentuk foton. Indera
yang termasuk dalam respon photoreseptor yaitu organ penglihatan (Storer,
1975).
Indera peraba pada lobster (Cherax
quadricarinatus) sangat penting
peranannya dalam berbagai kegiatan, misalnya menemukan makanannya dan menghindari
serangan dari berbagai predator. Indera peraba terletak di rambut-rambut
khusus pada berbagai tempat di tubuhnya. Indera penglihatan mungkin mempunyai
peranan yang kecil, karena mata facet hampir tidak berguna untuk mengenal
bentuk kecuali mengenal sesuatu yang bergerak. Lobster tidak dapat bereaksi terhadap gelombang suara karena lobster sukar untuk membedakan reaksi pengecapan dan
bau yang disebut chemoreseptor, yang disebar di seluruh permukaan tubuh
(Radiopoetro, 1977).
Lobster (Cherax quadricarinatus) digunakan sebagai obyek pengamatan untuk mengetahui fungsi chemoreseptor dan
termasuk avertebrata yang masuk dalam filum Arthropoda
kelas Crustacea, mudah dijumpai di
perairan Indonesia. Chemoreseptor merupakan indera yang distimulasi oleh berbagai ion atau
molekul kimia baik dalam bentuk gas atau cairan. Chemoreseptor ini meliputi
indera penciuman, indera perasa dan juga reseptor yang mengatur konsentrasi oksigen dan
karbondioksida. Chemoreseptor pada udang terdapat pada
bagian antenullanya. Fungsi terpenting dari antenulla adalah mendeteksi ada tidaknya pakan atau merespon
kehadiran pakan yang memiliki aroma khas. Antenula pada Crustacea memiliki fungsi untuk mencari makanan, diantaranya adalah
menangkap stimulus kimia dan sebagai indera pembau. Antenulla juga berfungsi
untuk mengenali lawan jenis, menghindari dari serangan atau gangguan yang
diakibatkan oleh organisme lain (predator) dan mempertahankan daerah
teritorialnya (Ville et
al., 1988).
1.2
Tujuan
Tujuan praktikum acara ini adalah untuk
mengetahui fungsi-fungsi chemoreseptor pada lobster (Cherax quadricarinatus).
II. MATERI
DAN CARA KERJA
2.1
Materi
Alat yang
digunakan adalah gunting kecil, bak
preparat, stopwatch, pinset, akuarium dan senter.
Bahan yang digunakan adalah lobster (Cherax quadricarinatus), pakan
berupa pelet dan tissue
2.2
Cara Kerja
Cara kerja yang digunakan dalam praktikum fungsi
chemoreseptor pada lobster adalah sebagai berikut :
1.
Akuarium diisi dengan air tawar bersih.
2.
Udang I diablasi antenulla dan udang II
dibiarkan normal.
3.
Udang dimasukan ke dalam akuarium setelah
diablasi.
4.
Pakan dimasukkan kedalam akuarium bersamaan
dengan dihidupkannya stopwatch.
5.
Gerakan udang di aquarium diamati selama 10
menit lalu dicatat.
6.
Setelah 10 menit pertama akuarium dibersihkan
dari pakan.
7.
Pengamatan dilakukan selama 2 x 10 menit.
8.
Setiap pergerakan antenulla dan mendekati pakan dicatat
waktunya dan hasilnya dimasukkan ke dalam tabel.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Tabel 3.1.1 Pengamatan Gerakan Antenulla Lobster sebagai Respon Terhadap Pakan
No
|
Perlakuan
|
Waktu
|
Flicking
|
Withdraw
|
Rotasi
|
Wipping
|
Mendekati Pakan
|
1
|
Ablasi mata
|
10’ pertama
|
0:37
0:46
1:36
2:00
2:48
8:00
8:30
|
1:00
3:02
|
2:53
|
|
2:13
|
10’ kedua
|
0:34
0:53
1:36
2:39
2:52
4:29
4:55
5:05
5:08
5:36
5:37
5:48
6:53
|
0:49
0:50
0:58
|
|
|
|
||
2
|
Ablasi antenulla
|
10’
pertama
|
|
|
|
|
03:18
08:43
|
10’ kedua
|
|
|
|
|
01:12
09:42
|
||
3
|
Normal
|
10’
pertama
|
00:30
01:41
03:03
05:36
06:23
06:36
08:00
08:14
09:07
09:51
|
05:48
08:34
08:51
09:14
09:22
|
|
|
01:26
03:16
04:22
|
10’ kedua
|
00:37
00:48
00:55
02:2 8
02:54
03:50
04:00
04:58
05:31
06:12
06:42
06:58
07:02
07:28
08:06
08:75
08:78
08:49
09:04
|
09:37
|
|
|
|
||
4
|
Ablasi total
|
10’
pertama
|
|
|
|
|
0:51
0:57
2:25
4:15
7:12
7:05
|
10, kedua
|
|
|
|
|
0:17
4:27
6:57
8:31
|
4
3.2
Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan oleh kelompok 2 denga perlakuan ablasi antenulla dan normal menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Perlakuan
normal menunjukan bahwa lobster masih
sangat responsif dalam pergerakan. Sedangkan pada perlakuan ablasi antenulla lobster tidak banyak
menimbulkan respon. Berdasarkan pada banyaknya gerakan yang
dilakukan maka lobster dengan
perlakuan ablasi antenulla tidak memberikan
adanya respon. Hal ini terjadi karena organ yang berfungsi sebagai reseptor
telah hilang. Utuhnya antenulla pada udang normal
menyebabkan udang dapat menerima rangsangan dari lingkungannya sehingga ia
memerlukan waktu singkat untuk mendeteksi pakan (Roger, 1978).
Menurut Harfaz dan Galun (1987),
bahwa tahapan atau gerakan lobster (Cherax quadricarinatus) dalam mencari pakan sebagai berikut:
a)
Gerakan mencari pakan
dengan diam ditempat:
- Gerakan melecut
antenulla
dengan cepat dan dilakukan dengan kasar
- Gerakan membersihkan dengan
menggerakan kearah ventral dan terus bergerak ke bawah (pangkal antenulla).
- Gerakan melecut antenulla dengan menarik antenulla ke belakang dan kemudian
mengarah ke depan
- Gerakan antenulla dan antenna mengorientasi
langsung mengenai sasaran yaitu sumber chemoatractant.
- Gerakan mengangkat chepalothoraks setinggi-tingginya
dengan periopodnya. Sikap ini
dilakukan dalam melecut antenulla dan
meningkatkan frekuensi pelecutannya.
- Gerakan menyapu atau
menguasai antena, kadang diikuti pergerakan kecil melingkar dari antenulla (wipping dan rotation)
- Gerakan mencari
substrat yang ada di depan dengan chela
dan membawa substrat tersebut kemulutnya. Gerakan
ini dilkukan saat lobster dalam keadaan diam.
b)
Gerakan menuju sasaran
Lobster bergerak maju kearah sumber chemoatractant. Gerakan ini
dilakukan dengan berjalan menggunakan periopod ketiga, keempat, dan kelima.
Selama gerakan ini, periode pertama tetap menyapu daerah yang berbeda di
depannya dan mengambil bahan-bahan serta membawanya ke mulut. Jalan zig-zag
dilakukan dalam gerakan ini.
c)
Mendatangi sasaran
Untuk mencapai sisi sebenarnya dari chemoatractant dan mencoba untuk memakannya. Gerakan-garakan pelecutan antenulla pada Lobster (Cherax quadricarinatus) menurut Pearson (1979) antara lain :
1.
Flicking yaitu gerakan antenulla melecut ke depan.
2.
Wipping merupakan gerakan membersihkan antenulla (membersikan pakan yang ada disekitar antenulla). Pembersihan antenulla biasanya terjadi bila ada rangsangan
mekanik aesthecs.
3.
Withdraw yaitu gerakan antenulla melecut ke belakang
berfungsi untuk menghindari musuh.
4.
Rotation merupakan gerakan memutar antenulla
fungsinya untuk mengacaukan ion-ion dalam pakan sehingga pakan dapat dengan
mudah dan cepat berdifusi ke dalam sel-sel chemoreseptor.
Menurut Kay (1988) gerakan wipping
adalah gerakan membersihkan antenulla dengan
mengarahkannya ke ventral diantara maksilla dan terus ke belakang (dorsal) pada
posisi normal sehingga menyebabkan filamen tersisir dan tergosok oleh maksilla
yang terayun ke belakang. Rotasi berupa gerakan dari daerah proksimal ke daerah
medial. Gerakan flicking dan wipping
berbeda dengan withdraw dan rotation. Dua gerakan ini cenderung
untuk beradaptasi melainkan untuk persiapan lokomosi yaitu untuk mengenali
lingkungan sekitar.
Mekanisme stimulus (pakan) sampai pada organ chemoreseptor lobster yaitu makanan yang dimasukkan
ke dalam akuarium akan berdifusi ke dalam air dalam bentuk ion-ion, kemudian
ion-ion tersebut akan diterima oleh sel-sel chemoreseptor pada antenulla.
Impuls dari antenulla akan ditransfer menuju otak oleh neuron afferen. Impuls ini oleh otak diproses menjadi tanggapan dan
diteruskan ke organ reseptor melalui neuron
efferen. Organ reseptor kemudian melakukan gerakan sesuai dengan informasi
dari otak (Ville et al.,1988).
Chemoreseptor adalah indera yang distimulan oleh berbagai ion atau
molekul kimia baik dalam bentuk gas maupun cairan. Chemoreseptor ini meliputi
indera penciuman, indera perasa dan juga
reseptor yang memantau konsentrasi oksigen dan karbon dioksida (Gordon, 1982).
Ada dua macam chemoreseptor yaitu untuk mengenali stimulus yang berasal dari
sumber yang jauh dari tubuh, berupa rambut pada antena dengan nilai ambang yang
sangat rendah atau stimulus berupa gas berkonsentrasi rendah. Kedua untuk
mengenali stimulus yang berasal dari sumber yang dekat, berupa palpus maksilaris
dan sering pada torsi dengan nilai ambang yang tinggi. Sehingga, untuk
mengetahui letak stimulus berdasarkan konsentrasi stimulus dalam bentuk gas
dapat mengetahui jauh dekatnya rangsangan (Ville et al.,1988).
Antenulla merupakan struktur sensori yang dapat bergerak untuk menerima
dan mendeteksi rangsangan dari luar. Organ tersebut berfungsi untuk mencari perlindungan, mencari makanan,
mencari pasangan serta untuk menghindar dari predator (Storer, 1975). Antenulla
terletak di tengah yaitu diantara antena dan scaphocerit, bentuknya seperti antena tetapi lebih pendek dari
antena dan jumlahnya 2 pasang. Sedangkan antena hanya sepasang dan memiliki
ukuran lebih panjang dari antenulla. Antena berfungsi untuk mendeteksi adanya
pengaruh dari luar.
Lobster yang diablasi antenullanya sudah tidak dapat
melakukan flicking, wipping, withdraw,
rotation dan hanya bisa memberi respon mendekati pakan. Hal ini membuktikan bahwa pentingnya antenulla dalam respon terhadap
aktifitasnya. Lobster dengan
perlakuan ablasi mata masih bisa melakukan gerakan seperti flipping, wipping, withdraw, rotation dan mendekati pakan.
Sedangkan udang dengan ablasi total tidak dapat melakukan gerakan apapun
kecuali mendekati pakan. Gerakan flicking,
wipping, dan withdraw pada lobster kontrol mendominasi gerak antenulla.
Menurut Radiopoetro (1977), pada perlakuan ablasi total dan antenulla, tidak
terjadi gerakan karena organ yang berfungsi sebagai reseptor telah hilang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Storer (1975), bahwa antenulla pada lobster merupakan struktur sensor yang dapat
bergerak untuk mencari perlindungan, makan, dan mencari pasangan serta
menghindari predator. Oleh karena itu, lobster yang tidak diberi perlakuan ablasi akan berespon terhadap pakan. Menurut
Harpaz (1990), Faktor yang mempengaruhi lobster mendekati pakan antara lain berupa sensori
berupa kimia, cahaya, osmotik, rangsangan mekanik dan adanya chemoreaktant yang
dikeluarkan oleh pakan.
Keistimewaan
yang dimiliki lobster adalah pola makan yang khas. Ada tiga tahap respon
tingkah laku pakan terhadap pakan bagi lobster yaitu orientasi, mencari dan
mendeteksi pakan (Harfaz and Galun, 1987). Mekanisme pakan hingga pada stimulus
dimulai dari pakan yang dimasukkan ke dalam akuarium yang kemudian berfusi ke
dalam air dalam bentuk ion-ion. Kemudian ion-ion tersebut akan diterima oleh
chemoreseptor yang terdapat pada antenula. Impuls dari antenulla akan ditransfer menuju otak melalui neuron afferent. Impuls itu diproses oleh otak menjadi tanggapan
dan diteruskan ke organ reseptor melalui neuron
afferent. Organ reseptor kemudian melakukan gerakan sesuai informasi yang
diterima otak dan terjadilah gerakan lobster mendekati pakan yang disediakan
dalam akuarium tersebut (Yuwono, 2001). Menurut Corotto et al., (1992), kontrol metabolik menggunakan dua chemoreseptor yang fungsinya:
chemoreseptor tengah terletak di medula bagian ventral dan chemoreseptor
perifer terletak di dalam karotid. Chemoreseptor tengah sensitif untuk
hipercapnia (level CO2 darah tinggi) dan chemoreseptor perifer
sensitif untuk hipercapnia dan hipoxia (level oksigen darah rendah).
Harfaz dan Galun (1987) menyatakan bahwa, kecepatan mendekati pakan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu banyaknya pakan yang diberikan,
kecepatan arus air, kondisi organ reseptor, dan lain-lain. Makin banyak
pakan yang diberikan, molekul kimia yang disebarkan makin banyak, sehingga
stimulus lebih cepat diterima lobster. Makin cepat arus air, makin cepat aroma
atau senyawa kimia yang diterima reseptor dan adanya pakan cepat terdeteksi
oleh lobster. Kondisi organ reseptor mempengaruhi penerimaan stimulus. Bila
organ reseptor berfungsi dengan baik (tidak ada kerusakan) maka stimulus akan
cepat atau dapat diterima dengan baik.
Individu lobster dapat dikenal didasarkan pada deteksi urin feromon melalui
chemoreseptor yakni antennulla flagela lateral. Sensor spesifik diperoleh
melalui tahap mediasi yang belum diketahui penyebabnya. Kebanyakan sel
chemoreseptor memiliki flagela yang banyak ditemukan pada sensilla aestetas
unimodal dan kerja spefikasi glomeruli lobus olfaktori di bagian otak. Sel
chemoreseptor tambahan terletak disekitar sel mechanoreseptor pada sensilla
bimodal, termasuk rambut penjaga yang semua lobus olfaktorinya tidak bekerja.
Neuro anatomi yang terdapat didalamnya membawa aestetas essensial menuju
chemosensor kompleks seperti yang terlihat pada duri Panulirus argus dapat menunjukkan adanya perbedaan deteksi pakan
yang kompleks dan letak lokasinya tanpa aestetas (Johnson, 2005).
Lobster air tawar ada dua jenis pertumbuhan yaitu pertumbuhan diskontinyu
yang terjadi pada jenis crustasea (termasuk Cherax quadricarinatus) dan pertumbuhan kontinyu yang terjadi pada mollusca dan vertebrata.
Pertumbuhan Cherax quadricarinatus. (baik bobot maupun panjang tubuh) bersifat diskontinyu yang terjadi
secara berkala hanya sesaat setelah pergantian kulit (moulting) yakni saat kulit luarnya belum mengeras sempurna.
Pertumbuhan tidak akan terjadi tanpa didahului oleh proses pergantian kulit,
karena crustacea mempunyai kerangka luar yang keras (tidak elastis), sehingga
untuk tumbuh menjadi besar perlu membuang kulit lama dan menggantinya dengan
kulit baru (Kurniasih, 2008). Pada udang
terdapat shell pelindung ketika di
serang predator pada bagian antenulanya. Shell
ini dapat mengalihkan perhatian predator dan menjauh (Shabani et al., 2007). Menurut
Saputra (2009), jenis udang
Panullirus hummarus hidup pada perairan pantai yang jernih pada
bebatuan dan karang berpasir. Udang bersifat nokturnal (aktif malam hari) dan
suka bergerombol. Musim penangkapan terjadi pada musim hujan, pada hari bulan
gelap, terutama setelah bulan purnama. Jangka hidung spesies ini sekitar 8-10
tahun.
Hiu dapat melacak dengan kecepatan 1 m/s, yang secara signifikan kurang dari apa yang mereka mampu (> 3 m/s), meskipun berpotensi kompetitif sifat pelacakan makanan antara hewan terdekat. kecepatan ini (10 cm/100 ms) cocok untuk menyelesaikan patch bau spasi pada urutan 10 cm. Demikian pula, pengurangan kecepatan berjalan selama pelacakan telah diamati juga pada lobster, lobster berhenti melakukan pelacakan jika jarak patch lebih besar dari 10 cm. Hal ini menunjukkan
bahwa untuk memperoleh informasi pakan yang sama, hewan berenang lebih cepat mungkin telah mengembangkan lebih besar waktu resolusi dan / atau penciuman hidung yang lebih luas (Gardiner dan Atema, 2010).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan acara fungsi chemoreseptor pada lobster dapat
diambil kesimpulan :
1. Chemoreseptor
pada lobster air tawar berfungsi untuk mendeteksi ada atau tidak adanya pakan
atau merespon kehadiran pakan yang memiliki aroma khas.
2. Gerakan yang
dapat dilakukan lobster dalam mendeteksi adanya stimulus yaitu dengan melakukan gerakan flicking, wipping, withdraw, rotation,
dan mendekati pakan.
3. Lobster dengan perlakuan normal, merupakan yang paling responsif dibandingkan dengan udang yang diberi perlakuan lain, karena antenulla sangat penting bagi chemoreseptor pada lobster.
4. Faktor yang mempengaruhi lobster dalam
mendekati pakan adalah pakan yang diberikan dan kondisi organ reseptor.
DAFTAR REFERENSI
Corotto F., R. Voigt, and J. Atema. 1992. Spectral Tuning of Chemoreceptor Cells of the
Third Maxilliped of the Lobster, Homarus americanus. Biol. Bull. 183: 456-462.
Gardiner, J. M., Atema, J. 2010. The Function of Bilateral Odor
Arrival Time Differences in Olfactory Orientation of Sharks. Journal of Current Biology. Vol 20:
1187–1191.
Gordon, M.S., G.A. Bartholomeno, A.D., Grinele, C. Barker and Fred, N.W., 1982. Animal
Physiology. Mac Millan Publishing
Co Ltd,
New York.
Harfaz, S.D.
and R. Galun. 1987. Variability in
Feeding Behaviour of Malaysian Dewaw (Macrobrachium rosenbergii de Man).
Diving The Malt.
Harpaz, S.
1990. Variability in Freeding Behavior of
Malaysian Prawn Macrobrachium Rosenbergii de Man during The Molt Cycle. E.
J. Brill, London.
Johnson M. E. dan Atema, J. 2005. The Olfactory Pathway For Individual
Recognition In The American Lobster Homarus Americanus. Journal Experimental Biology. Vol. 10. (208) :
2865-2872.
Kay, I.
1988. Introduction to Animal Physiology.
Bios Scientific Publisher, London.
Kurniasih,
T. 2008. Peranan Pengapuran dan Faktor Fisika Kimia Air Terhadap Pertumbuhan
dan Sintasan Lobster Air Tawar (Cherax
sp.). Media Akuakultur. Vol. 3 (2): 126-132.
Pearson,
W.H. 1979. Thresold for Detection and
Feeding Behavior the Ounggenes Crab. Marine research laboratory, Sequlm.
Radiopoetro. 1977. Zoologi. Erlangga,
Jakarta.
Roger, W. 1978. Physiology of Animal.
Prentice-Hall Inc, New Jersey.
Saputra, Suradi Wijaya. 2009. Status Pemanfaatan Lobster (Panulirus Sp) Di Perairan Kebumen. Jurnal Saintek Perikanan. Vol. 4. (2):
10 – 15.
Shabani, Shkelzen, Seymanur Yaldiz, Luan
Vu, dan Charles D. Derby. 2007. Acidity
enhances the eVectiveness of active chemical defensive secretions of sea hares,
Aplysia californica, against spiny lobsters, Panulirus interruptus. J Comp
Physiol A 193:1195–1204.
Storer,T. I.
1975. General Zoology. Mc Graw Hill
Book Company, New York.
Ville,C. A,
Walker, W. F and Barnes, R. D.1988. Zoologi
Umum. Erlangga,
Jakarta.
Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan II. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar