ANALISIS FILTRASI GINJAL
Oleh :
Nama :
Ikhwan Mulyadi
NIM :
B1J012187
Rombongan
: V
Kelompok : 2
Asisten :
Anisa Rahmawati
LAPORAN
PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Reaksi kimia terjadi di dalam sel–sel tubuh untuk menjaga tubuh suatu
organisme tetap hidup. Reaksi kimia tersebut menghasilkan beberapa zat sisa
yang bersifat racun (toksik) dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh.
Pengeluaran zat sisa hasil metabolisme dalam tubuh dengan tujuan agar
kesetimbangan tubuh terjaga disebut ekskresi. Ekskresi adalah pengeluaran
zat-zat sisa metabolisme yang tidak terpakai lagi oleh sel dan darah, dikeluarkan
bersama urin, keringat dan pernapasan. Pada ginjal mamalia terdapat unit-unit
yang disebut nefron dengan fungsi filtrasi. Itulah mengapa ginjal memiliki
fungsi memfilter darah mamalia agar selalu bersih dari limbah metabolisme yang
terjadi di dalam tubuh, ginjal mamalia pada umumnya memfilter darah sebanyak
25% dari output jantung, sehingga banyakcairan darah yang harus dibersihkan
setiap harinya. Namun demikian urin yang dihasilkan ginjal umumnya hanya 1%
dari seluruh cairan yang difilter oleh ginjal (Dahelmi, 1991). Ekskresi juga melibatkan
alat–alat khusus dan membentuk suatu sistem yang disebut dengan sistem
ekskresi. Sistem ekskresi sangat berperan dalam menjaga homeostasis tubuh
dengan cara osmoregulasi. Osmoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk mengatur
konsentrasi zat terlarut dalam cairan sel atau cairan tubuh (Biggs, 1999).
Alat ekskresi pada manusia terdiri dari ginjal, kulit, hati, dan paru–paru.
Air dapat diekskresikan melalui semua organ tersebut, tetapi setiap organ
ekskresi mengeluarkan zat sisa metabolisme yang berbeda. Ginjal merupakan organ
utama yang melakukan proses ekskresi. Fungsi ginjal secara umum adalah :
1.
Mengeksresikan zat sisa seperti urea, asam urat, kreatinin, kreatin, dan zat
lain yang bersifat racun
2. Mengatur volume plasma darah dan jumlah air di dalam tubuh
3. Mengatur tekanan osmosis
4. Mengatur
pH plasma dan cairan tubuh dengan mengekskresikan urin yang bersifat basa.
5.
Menjalankan fungsi sebagai hormon dengan menghasilkan dua macam zat, yaitu
renin dan eritropoietin yang diduga memiliki fungsi endokrin.
Pembentukan urin
di dalam ginjal terjadi melalui serangkaian proses filtrasi (penyaringan),
reabsorbsi (penyerapan kembali), dan augmentasi (pengeluaran zat sisa) (Kee,
2001). Urin dibentuk dengan diawali proses filtrasi darah di glomerulus. Glomerulus
memiliki barier yang memungkinkan senyawa–senyawa tertentu yang dapat
melewatinya. Darah hasil filtrasi akan direabsorbsi oleh tubulus renalis untuk
penyerapan kembali zat–zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh, setelah reabsorbsi
kadar urea akan menjadi lebih tinggi dan zat–zat yang dibutuhkan tubuh tidak
ditemukan lagi (Biggs, 1999).
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum adalah untuk menganalisis
senyawa yang dapat melewati filter sebagai gambaran fungsi filtrasi ginjal mamalia.
II.
MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat yang digunakan
adalah pipet tetes, corong gelas, tabung reaksi, rak tabung, pinset, pemanas air.
Bahan yang digunakan adalah
larutan protein 10%, larutan glukosa 10%, larutan amilum 10%, akuades,
larutan biuret, larutan lugol, larutan benedict
dan kertas filter wathman & Gf/c.
2.2 Cara Kerja
1.
Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan sebelum
praktikum.
2.
Siapkan 8 tabung reaksi, 4 tabung untuk uji dan 4 tabung
untuk kontrol.
3.
Tuangkan masing – masing 1 ml larutan protein 10%,
larutan amilum 10%, larutan glukosa 10%, dan akuades pada tabung reaksi uji dan
kontrol.
4.
Tambahkan 1 ml larutan biuret ke tabung berisi larutan
protein dan akuades pada tabung uji dan kontrol.
5.
Tambahkan 1 ml larutan benedict ke tabung berisi larutan glukosa pada tabung uji dan
kontrol.
6.
Tambahkan 1 ml larutan logol ke dalam tabung berisi
larutan amilum pada tabung uji dan kontrol.
7.
Tabung diberi label dan dipisahkan,
8.
Filtrasikan keempat tabung uji dengan menggunakan kertas filter
wathman, dengan ketentuan untuk akuades hanya 1 kertas filter, sedangkan
larutan amilum, glukosa, dan protein menggunakan 2 kertas filter.
9.
Amati perubahan warna yang terjadi, bandingkan dengan
larutan kontrol yang tidak mengalami filtrasi, khusus larutan glukosa setelah
di filtrasi tempatkan tabung reaksi dalam air mendidih tunggu sampai 5 menit,
10.
Amati perubahan warna yang terjadi, bandingkan antara
tabung uji dengan tabung kontrol.
11.
Catat hasil uji dalam tabel uji filtrasi dan
dokumentasikan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1.1
Hasil
pengamatan uji filtrasi menggunakan kertas
saring :
No.
|
Larutan
|
Intensitas
warna sebelum filtrasi
|
Intensitas
warna setelah filtrasi
|
1
|
Protein
+ Biuret
|
+++
|
+
|
2
|
Glukosa
+ Benedict
|
+++
|
+
|
3
|
Amilum
+ lugol
|
+++
|
+
|
4
|
Akuades
+ biuret
|
++
|
++
|
Keterangan :
-
: tidak ada perubahan
+ :
intensitas warna lemah
++ :
intensitas warna sedang
+++ :
intensitas warna kuat
Gambar
3.1.1 Hasil pengamatan uji filtrasi menggunakan kertas saring :
Gambar 1.
Larutan protein uji dan Gambar 2. Larutan amilum uji dan
kontrol kontrol
Gambar 3. Larutan glukosa uji
dan Gambar 4.
Larutan akuades uji dan
kontrol
kontrol
3.2 Pembahasan
Percobaan filtrasi ginjal yang
dilakukan merupakan miniatur dari kerja ginjal di dalam tubuh. Larutan
glukosa, protein, amilum, dan akuades yang di tuang ke tabung reaksi dianalogikan
sebagai senyawa atau zat–zat yang terdapat di dalam tubuh dan kertas saring GFF
dianalogikan sebagai ginjal yang melakukan filtrasi, perbedaan warna yang
terjadi ketika larutan filtrat dibandingkan dengan larutan kontrol merupakan
bukti bahwa larutan tersebut mengalami penyaringan atau filtrasi sehingga
kandungan zat yang terdapat pada larutan tersebut berkurang pada larutan hasil
filtrat, hal tersebut dapat dilihat dari warna larutan filtrat yang lebih pudar
dibandingkan larutan kontrol. Pembentukan urin terjadi di dalam ginjal. Pembentukan
urin yang terjadi ini melalui serangkaian proses yaitu filtrasi, reabsorbsi,
dan augmentasi. Proses filtrasi dilakukan oleh glomerulus untuk menyaring
darah. Sel–sel darah, trombosit dan sebagian besar protein plasma disaring dan
diikat agar tidak ikut dikeluarkan. Hasil filtrasi tersebut adalah urin primer.
Urin primer yang berada dalam keadaan normal tidak mengandung eritrosit tetapi
mengandung protein yang krang dari 0,03%, glukosa, garam–garam, natrium, kalium, dan asam amino. Urin
primer tersebut kemudian mengalami proses reabsorbsi untuk penyerapan kembali
zat–zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh sehingga terbentuklah urin primer yang
tidak lagi mengandung zat–zat yang dibutuhkan tubuh (Biggs, 1999).
Larutan-larutan
yang digunakan pada praktikum analisis filtrasi ginjal ini memiliki kegunaannya
masing-masing. Larutan protein, larutan glukosa, larutan amilum dan akuades
digunakan sebagai senyawa yang akan difiltrasi seperti di dalam tubuh. Larutan
biuret yang ditambahkan ke dalam larutan akuades dan larutan protein digunakan
sebagai indikator yang dapat mendeteksi adanya kandungan protein pada larutan
tersebut karena larutan biuret akan bereaksi dengan protein dan membentuk warna
biru keunguan. Larutan benedict yang dimasukkan ke dalam larutan glukosa
berfungsi sebagai reagen yang juga digunakan sebagai indikator pendeteksi
adanya kandungan karbohidrat atau glukosa pada suatu larutan, warna yang
terbentuk oleh campuran larutan benedict
dan larutan glukosa adalah kuning kecoklatan. Sedangkan larutan lugol yang
dimasukan dalam larutan amilum akan mendeteksi adanya zat pati, warna yang akan
terbentuk menjadi biru pekat (Biggs, 1999).
Ginjal
normal seharusnya mampu menyaring darah, protein, glukosa, keton, dan nitrat.
Menurut (Wariyono, 2008) Hematuria
(darah di dalam urin) dapat menyebabkan urin berwarna merah atau coklat,
tergantung kepada jumlah darah, lamanya darah berada di dalam urin dan keasaman
urin. Hematuria tanpa disertai nyeri bisa terjadi akibat kanker kantung kemih
atau kanker ginjal. Hematuria ini biasanya hilang timbul, dan perdarahan
berhenti secara spontan meskipun kankernya masih ada. Proteinuria (protein di dalam urin)
bisa terjadi terus menerus atau hilang timbul, tergantung kepada penyebabnya. Proteinuria biasanya merupakan pertanda
dari suatu penyakit ginjal, tetapi bisa juga terjadi secara normal setelah olah
raga berat (misalnya maraton). Proteinuria juga bisa terjadi pada proteinuria
ortostatik, dimana protein baru muncul di dalam urin setelah penderitanya
berdiri cukup lama, dan tidak akan ditemukan di dalam urin setelah penderitanya
berbaring. Selain itu zat-zat lain yang
seharusnya tidak lolos ialah glukosuria (gula di dalam urin) biasanya
disebabkan oleh diabetes. Jika gula tetap ditemukan di dalam urin setelah kadar
gula darah normal, maka penyebabnya adalah kelainan di ginjal. Ketonuria (keton di dalam urin) bisa
disebabkan oleh kelaparan, diabetes yang tidak terkontrol dan keracunan
alkohol. Keton merupakan hasil pemecahan lemak oleh tubuh. Nitrituria (nitrat
di dalam urin) biasanya menunjukkan adanya infeksi, karena kadar nitrat
meningkat jika terdapat bakteri. (Rivai, 1995)
Menurut Djuanda, 1980, Ginjal
merupakan alat ekskresi yang utama. Ginjal berbentuk menyerupai biji kacang
buncis, berwarna merah cokelat. Di dalam tubuh manusia terdapat sepasang ginjal
yang terletak di dekat tulang-tulang pinggang. Unit fungsional terkecil dari ginjal adalah nefron. Nefron
tersebut terdiri dari struktur vaskuler
yaitu glomerulus dan struktur non
vaskuler yaitu capsula bowman, tubulus
proximal, ansa henle pars desensdes dan pars asendens, tubulus distal, dan
duktus koligentes. Tiap ginjal mengandung 1,3 juta nefron, nefron yang berguna
sebagai alat filtrasi ini berfungsi untuk menyaring senyawa ini sangat penting
dalam tubuh manusia, karena senyawa yang telah terfiltrasi akan terlihat lebih
jernih. Hal ini sama seperti yang dipraktikumkan bahwa larutan-larutan kontrol
akan terlihat lebih pekat dibandingkan dengan larutan uji (Anshori, 1988).
Darah yang masuk ke dalam nefron
melalui alteriol aferen dan selanjutnya menuju glomerulus akan mengalami
filtrasi tekanan darah pada arteriol aferen relatif cukup tinggi sedangkan pada
arteriol eferen relatif lebih rendah sehingga keadaan ini menimbulkan filtrasi
pada glomerulus. Cairan filtrasi pada glomerulus akan masuk menuju tubulus,
dari tubulus masuk menuju ansa henle, tubulus distal, duktus koligentes, pelvis
ginjal, ureter, vesica urinaria, dan akhirnya keluar berupa urine. Membran
glomerulus memiliki ciri khas yang berbeda dengan lapisan pembuluh darah lain,
yaitu terdiri dari lapisan endotel kapiler, membrane basalis, lapisan epitel
yang melapisi capsula bowman. Dibeberapa tempat di glomeruli
kapiler dalam kapsul abowman menunjukkan lobulations. Lapisan
parietal datar sedangkan lapisan visceral adalah sel kolumnar sederhana dengan
intioval dan berwarna gelap (Syed et al., 2012). Permiabilitas membran glomerulus
100-1000 kali lebih permiabel dibandingkan permiabilitas kapiler pada jaringan
lain. Laju Filtrasi Gomerulus (GFR) Glomerulus Filtration Rate dapat diukur
dengan menggunakan zat zat yang difiltrasi glomerulus akan tetapi tidak di
sekresi maupun di reabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat
pada urine diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang
terdapat pada cairan plasma. Hampir 99% dari cairan filtrate di reabsorpsi
kembali bersama zat zat yang terlarut di dalam cairan filtrate tersebut, akan
tetapi tidak semua zat zat yang terlarut dapat direabsorpsi sempurna antara
lain glukosa dan asam amino. Mekanisme reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara
yaitu: Transpor Aktif zat zat yang mengalami transpor aktif pada tubulus
proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4-, NO3-, glukosa dan asam amino (Syaifuddin,
1997).
Epitel ginjal merupakan bagian
yang sensitif terhadap bahan – bahan yang bersifat toksik. Tubulus proksimal
merupakan bagian yang paling mudah mengalami kerusakan akibat zat toksik. Hal
itu dapat disebabkan karena pada tubulus proksimal terjadi proses absorbsi dan
sekresi berbagai zat. Bila terjadi absorbsi bahan toksik pada epitel tubuli
akan mengganggu metabolisme dan absorbsi. Jika degenerasi dan nekrosis belum
parah, regenersi sel epitel mungkin terjadi setelah penyebabnya dihilangkan
(Danuri, 2009). Kelainan
atau penyakit yang terjadi pada sistem ekskresi bermacam-macam, antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Albuminuria
Albuminuria adalah kelainan pada
ginjal karena terdapat albumin dan protein di dalam urine. Hal ini merupakan
suatu gejala kerusakan alat filtrasi pada ginjal. Penyakit ini menyebabkan
terlalu banyak albumin yang lolos dari saringan ginjal dan terbuang bersama
urine. Albumin merupakan protein yang bermanfaat bagi manusia karena berfungsi
untuk mencegah agar cairan tidak terlalu banyak keluar dari darah. Penyebab
albuminuria di antaranya adalah kekurangan protein, penyakit ginjal, dan
penyakit hati.
2. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah kelainan
pada ginjal karena adanya gula (glukosa) dalam urine yang disebabkan oleh
kekurangan hormon insulin. Hal ini disebabkan karena proses perombakan glukosa
menjadi glikogen terganggu sehingga glukosa darah meningkat. Ginjal tidak mampu
menyerap seluruh glukosa tersebut. Akibatnya, glukosa diekskresikan bersama
urine. Diabetes melitus harus dikelola dan dikendalikan dengan baik agar penderitanya
dapat merasa nyaman dan sehat, serta dapat mencegah terjadinya komplikasi.
Upaya untuk mengendalikan diabetes melitus di antaranya adalah:
a) Periksakan ke dokter sesuai
jadwal/secara rutin.
b) Minum obat sesuai petunjuk
dokter.
c) Mengatur diet.
d) Olahraga secara teratur.
e) Melakukan pemeriksaan
laboratorium secara berkala.
3. Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah suatu
kelainan pada sistem ekskresi karena kekurangan hormon antidiuretik. Kelainan
ini dapat menyebabkan rasa haus yang berlebihan serta pengeluaran urine menjadi
banyak dan sangat encer. Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan
pembentukan hormon antidiuretik, yaitu hormon yang secara alami mencegah
pembentukan air kemih yang terlalu banyak. Diabetes insipidus juga bisa terjadi
jika kadar hormon antidiuretik normal, tetapi ginjal tidak memberikan respon
yang normal terhadap hormon ini (keadaan ini disebut diabetes insipidus
nefrogenik). Penyebab lain terjadinya diabetes insipidus (Yatim, 1982) adalah:
a) Kerusakan hipotalamus atau
kelenjar hipofisa akibat pembedahan.
b) Cedera otak (terutama patah
tulang di dasar tengkorak).
c) Tumor.
d) Sarkoidosis atau
tuberkulosis.
e) Aneurisma atau penyumbatan
arteri yang menuju ke otak.
f) Beberapa bentuk ensefalitis
atau meningitis.
g) Histiositosis X (penyakit
Hand-Schüller-Christian).
Diabetes insipidus dapat diobati
dengan mengatasi penyebabnya. Vasopresin atau desmopresin asetat (dimodifikasi
dari hormon antidiuretik) dapat diberikan sebagai obat semprot hidung beberapa
kali sehari untuk mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal. Tetapi
harus hati-hati, karena jika terlalu banyak mengkonsumsi obat ini dapat
menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan, dan gangguan lainnya. Suntikan
hormon antidiuretik diberikan kepada penderita yang akan menjalani pembedahan
atau penderita yang tidak sadarkan diri. Diabetes insipidus juga dapat
dikendalikan oleh obat-obatan yang merangsang pembentukan hormon antidiuretik,
seperti klorpropamid, karbamazepin, klofibrat, dan berbagai diuretik (tiazid).
Tetapi, obat-obat ini tidak mungkin meringankan gejala secara total pada
diabetes insipidus yang berat.
4. Nefritis
Nefritis adalah penyakit pada
ginjal karena kerusakan pada glomerulus yang disebabkan oleh infeksi kuman.
Penyakit ini dapat menyebabkan uremia (urea dan asam urin masuk kembali ke
darah) sehingga kemampuan penyerapan air terganggu. Akibatnya terjadi
penimbunan air pada kaki atau sering disebut oedema (kaki penderita
membengkak).
Gejala ini lebih sering nampak
terjadi pada masa kanak-kanak dan dewasa dibandingkan pada orang-orang setengah
baya. Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala,
sakit punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata
(kelopak), mual, dan muntah-muntah. Sulit buang air kecil dan air seni menjadi
keruh (Yatim, 1982).
5. Poliuria dan Oligouria
Poliuria adalah gangguan pada
ginjal, dimana urine dikeluarkan sangat banyak dan encer. Sedangkan, oligouria
adalah urine yang dihasilkan sangat sedikit (Yatim, 1982).
6. Anuria
Anuria adalah kegagalan ginjal
sehingga tidak dapat membuat urine. Hal ini disebabkan oleh adanya kerusakan
pada glomerulus. Akibatnya, proses filtrasi tidak dapat dilakukan dan tidak ada
urine yang dihasilkan. Sebagai akibat terjadinya anuria, maka akan timbul
gangguan keseimbangan di dalam tubuh. Misalnya, penumpukan cairan, elektrolit,
dan sisa-sisa metabolisme tubuh yang seharusnya keluar bersama urine. Keadaan
inilah yang akan memberikan gambaran klinis daripada anuria. Tindakan
pencegahan anuria sangat penting untuk dilakukan. Misalnya, pada keadaan yang
memungkinkan terjadinya anuria tinggi, pemberian cairan untuk tubuh harus
selalu diusahakan sebelum anuria terjadi (Yatim, 1982).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dan
pembahasan acara analisis filtrasi ginjal dapat disimpulkan bahwa :
1.
Ginjal mamalia terbagi menjadi dua bagian yang sangat
penting, yaitu : Glomerulus dan Nefron.
2.
Nefron berfungsi sebagai alat filtrasi pada mamalia, yang
sangat penting bagi tubuh karena akan membersihkan senyawa-senyawa sisa
metabolisme.
3.
Hasil filtrasi dari nefron akan berubah menjadi lebih
jernih, berbeda dengan sebelum filtrasi yang memiliki warna lebih pekat.
4.
Percobaan sederhana yang dilakukan kelompok 2 berhasil
karena, warna yang ditimbulkan setelah filtrasi menjadi lebih jernih
dibandingkan dengan larutan kontrol.
DAFTAR REFERENSI
Anshori.
1988. Biologi Jilid I. Geneca Exat.
Bandung.
Biggs, A. 1999. Biology :
The Dynamic of Life. Merrill Publishing Company, United States of America.
Dahelmi.
Ms. 1991. Fisiologi Hewan.
Universitas Andalas. Padang.
Danuri Hasim, 2009. Analisis
Enzim Alanin Amino Transferase, Aspartat Amino Transferase (ASAT), Urea Darah,
Dan HistopatologisHati Dan Ginjal Tikus Putih Galur Sprague-Dawley Setelah
Pemberian Angkak. Jurnal Teknologi dan
Industri Pangan Vol. XX No. 1.
Djuanda,
T. 1980. Pengantar Anatomi Perbandingan
Vertebrata. Armico:Bandung.
Kee,
L. 2001. Biology : The Living Science.
Person Education Asia, Ltd., Singapore.
Lestari Silvia Ajeng Puji, Agus Mulyono. 2010. Analisis citra ginjal untuk
identifikasi sel piknosis dan sel nekrosis.
Rivai,
Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia.
Penerbit UI. Jakarta.
Syaifuddin. 1997. Anatomi
Fisiologi. ECG.
Syed S.Abbasali, R.A Joshi,N.G. Herekar, 2012. Histogenesis
of Kidney in Human Fetuses. International
Journal of Recent Trends in Science And Technology, ISSN 2277-2812 E-ISSN
2249-8109, Volume 3, Issue 2, pp 44-48.
Wariyono, Sukis dan Muharomah,
Yani. 2008. Mari Belajar Ilmu Sekitar
Alam; Panduan Belajar IPA Terpadu untuk Kelas IX SMP/MTS. Jakarta, Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Yatim,
W. 1982. Biologi Modern. Tarsito: Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar