Selasa, 14 Oktober 2014

ANALISIS FILTRASI GINJAL






Copy of UNSOED2




Oleh :

Nama                  : Ikhwan Mulyadi
NIM                     : B1J012187
Rombongan     : V
Kelompok         : 2
Asisten               : Anisa Rahmawati



 

 

 

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II











KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I.      PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Reaksi kimia terjadi di dalam sel–sel tubuh untuk menjaga tubuh suatu organisme tetap hidup. Reaksi kimia tersebut menghasilkan beberapa zat sisa yang bersifat racun (toksik) dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Pengeluaran zat sisa hasil metabolisme dalam tubuh dengan tujuan agar kesetimbangan tubuh terjaga disebut ekskresi. Ekskresi adalah pengeluaran zat-zat sisa metabolisme yang tidak terpakai lagi oleh sel dan darah, dikeluarkan bersama urin, keringat dan pernapasan. Pada ginjal mamalia terdapat unit-unit yang disebut nefron dengan fungsi filtrasi. Itulah mengapa ginjal memiliki fungsi memfilter darah mamalia agar selalu bersih dari limbah metabolisme yang terjadi di dalam tubuh, ginjal mamalia pada umumnya memfilter darah sebanyak 25% dari output jantung, sehingga banyakcairan darah yang harus dibersihkan setiap harinya. Namun demikian urin yang dihasilkan ginjal umumnya hanya 1% dari seluruh cairan yang difilter oleh ginjal (Dahelmi, 1991). Ekskresi juga melibatkan alat–alat khusus dan membentuk suatu sistem yang disebut dengan sistem ekskresi. Sistem ekskresi sangat berperan dalam menjaga homeostasis tubuh dengan cara osmoregulasi. Osmoregulasi adalah mekanisme tubuh untuk mengatur konsentrasi zat terlarut dalam cairan sel atau cairan tubuh (Biggs, 1999).
Alat ekskresi pada manusia terdiri dari ginjal, kulit, hati, dan paru–paru. Air dapat diekskresikan melalui semua organ tersebut, tetapi setiap organ ekskresi mengeluarkan zat sisa metabolisme yang berbeda. Ginjal merupakan organ utama yang melakukan proses ekskresi. Fungsi ginjal secara umum adalah :
1. Mengeksresikan zat sisa seperti urea, asam urat, kreatinin, kreatin, dan zat lain yang bersifat racun
2.   Mengatur volume plasma darah  dan jumlah air di dalam tubuh
3.   Mengatur tekanan osmosis
4. Mengatur pH plasma dan cairan tubuh dengan mengekskresikan urin yang bersifat basa.
5. Menjalankan fungsi sebagai hormon dengan menghasilkan dua macam zat, yaitu renin dan eritropoietin yang diduga memiliki fungsi endokrin.
   Pembentukan urin di dalam ginjal terjadi melalui serangkaian proses filtrasi (penyaringan), reabsorbsi (penyerapan kembali), dan augmentasi (pengeluaran zat sisa) (Kee, 2001). Urin dibentuk dengan diawali proses filtrasi darah di glomerulus. Glomerulus memiliki barier yang memungkinkan senyawa–senyawa tertentu yang dapat melewatinya. Darah hasil filtrasi akan direabsorbsi oleh tubulus renalis untuk penyerapan kembali zat–zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh, setelah reabsorbsi kadar urea akan menjadi lebih tinggi dan zat–zat yang dibutuhkan tubuh tidak ditemukan lagi (Biggs, 1999).


1.2   Tujuan
Tujuan praktikum adalah untuk menganalisis senyawa yang dapat melewati filter sebagai gambaran fungsi filtrasi ginjal mamalia.



























II.    MATERI DAN CARA KERJA
2.1   Materi
Alat yang digunakan adalah pipet tetes, corong gelas, tabung reaksi, rak tabung, pinset, pemanas air.
Bahan yang digunakan adalah larutan protein 10%, larutan glukosa 10%, larutan amilum 10%, akuades, larutan biuret, larutan lugol, larutan benedict dan kertas filter wathman & Gf/c.


2.2   Cara Kerja
1.         Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan sebelum praktikum.
2.         Siapkan 8 tabung reaksi, 4 tabung untuk uji dan 4 tabung untuk kontrol.
3.         Tuangkan masing – masing 1 ml larutan protein 10%, larutan amilum 10%, larutan glukosa 10%, dan akuades pada tabung reaksi uji dan kontrol.
4.         Tambahkan 1 ml larutan biuret ke tabung berisi larutan protein dan akuades pada tabung uji dan kontrol.
5.         Tambahkan 1 ml larutan benedict ke tabung berisi larutan glukosa pada tabung uji dan kontrol.
6.         Tambahkan 1 ml larutan logol ke dalam tabung berisi larutan amilum pada tabung uji dan kontrol.
7.         Tabung diberi label dan dipisahkan,
8.         Filtrasikan keempat tabung uji dengan menggunakan kertas filter wathman, dengan ketentuan untuk akuades hanya 1 kertas filter, sedangkan larutan amilum, glukosa, dan protein menggunakan 2 kertas filter.
9.         Amati perubahan warna yang terjadi, bandingkan dengan larutan kontrol yang tidak mengalami filtrasi, khusus larutan glukosa setelah di filtrasi tempatkan tabung reaksi dalam air mendidih tunggu sampai 5 menit,
10.     Amati perubahan warna yang terjadi, bandingkan antara tabung uji dengan tabung kontrol.
11.     Catat hasil uji dalam tabel uji filtrasi dan dokumentasikan.



III.      HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1   Hasil
Tabel 3.1.1 Hasil pengamatan uji filtrasi menggunakan kertas saring :
No.
Larutan
Intensitas warna sebelum filtrasi
Intensitas warna setelah filtrasi
1
Protein + Biuret
+++
+
2
Glukosa + Benedict
+++
+
3
Amilum + lugol
+++
+
4
Akuades + biuret
++
++
Keterangan :
-                      : tidak ada perubahan
+             : intensitas warna lemah
++           : intensitas warna sedang
+++        : intensitas warna kuat

Gambar 3.1.1 Hasil pengamatan uji filtrasi menggunakan kertas saring :  
            
Gambar 1. Larutan protein uji dan                           Gambar 2. Larutan amilum uji dan
                    kontrol                                                                            kontrol
            
 Gambar 3. Larutan glukosa uji dan                            Gambar 4. Larutan akuades uji dan
                     kontrol                                                                             kontrol

3.2 Pembahasan
Percobaan filtrasi ginjal yang dilakukan merupakan miniatur dari kerja ginjal di dalam tubuh. Larutan glukosa, protein, amilum, dan akuades yang di tuang ke tabung reaksi dianalogikan sebagai senyawa atau zat–zat yang terdapat di dalam tubuh dan kertas saring GFF dianalogikan sebagai ginjal yang melakukan filtrasi, perbedaan warna yang terjadi ketika larutan filtrat dibandingkan dengan larutan kontrol merupakan bukti bahwa larutan tersebut mengalami penyaringan atau filtrasi sehingga kandungan zat yang terdapat pada larutan tersebut berkurang pada larutan hasil filtrat, hal tersebut dapat dilihat dari warna larutan filtrat yang lebih pudar dibandingkan larutan kontrol. Pembentukan urin terjadi di dalam ginjal. Pembentukan urin yang terjadi ini melalui serangkaian proses yaitu filtrasi, reabsorbsi, dan augmentasi. Proses filtrasi dilakukan oleh glomerulus untuk menyaring darah. Sel–sel darah, trombosit dan sebagian besar protein plasma disaring dan diikat agar tidak ikut dikeluarkan. Hasil filtrasi tersebut adalah urin primer. Urin primer yang berada dalam keadaan normal tidak mengandung eritrosit tetapi mengandung protein yang krang dari 0,03%, glukosa, garam–garam, natrium, kalium, dan asam amino. Urin primer tersebut kemudian mengalami proses reabsorbsi untuk penyerapan kembali zat–zat yang masih dibutuhkan oleh tubuh sehingga terbentuklah urin primer yang tidak lagi mengandung zat–zat yang dibutuhkan tubuh (Biggs, 1999).
Larutan-larutan yang digunakan pada praktikum analisis filtrasi ginjal ini memiliki kegunaannya masing-masing. Larutan protein, larutan glukosa, larutan amilum dan akuades digunakan sebagai senyawa yang akan difiltrasi seperti di dalam tubuh. Larutan biuret yang ditambahkan ke dalam larutan akuades dan larutan protein digunakan sebagai indikator yang dapat mendeteksi adanya kandungan protein pada larutan tersebut karena larutan biuret akan bereaksi dengan protein dan membentuk warna biru keunguan. Larutan benedict yang dimasukkan ke dalam larutan glukosa berfungsi sebagai reagen yang juga digunakan sebagai indikator pendeteksi adanya kandungan karbohidrat atau glukosa pada suatu larutan, warna yang terbentuk oleh campuran larutan benedict dan larutan glukosa adalah kuning kecoklatan. Sedangkan larutan lugol yang dimasukan dalam larutan amilum akan mendeteksi adanya zat pati, warna yang akan terbentuk menjadi biru pekat (Biggs, 1999).
Ginjal normal seharusnya mampu menyaring darah, protein, glukosa, keton, dan nitrat. Menurut (Wariyono, 2008) Hematuria (darah di dalam urin) dapat menyebabkan urin berwarna merah atau coklat, tergantung kepada jumlah darah, lamanya darah berada di dalam urin dan keasaman urin. Hematuria tanpa disertai nyeri bisa terjadi akibat kanker kantung kemih atau kanker ginjal. Hematuria ini biasanya hilang timbul, dan perdarahan berhenti secara spontan meskipun kankernya masih ada. Proteinuria (protein di dalam urin) bisa terjadi terus menerus atau hilang timbul, tergantung kepada  penyebabnya. Proteinuria biasanya merupakan pertanda dari suatu penyakit ginjal, tetapi bisa juga terjadi secara normal setelah olah raga berat (misalnya maraton). Proteinuria juga bisa terjadi pada proteinuria ortostatik, dimana protein baru muncul di dalam urin setelah penderitanya berdiri cukup lama, dan tidak akan ditemukan di dalam urin setelah penderitanya berbaring. Selain itu zat-zat lain yang seharusnya tidak lolos ialah glukosuria (gula di dalam urin) biasanya disebabkan oleh diabetes. Jika gula tetap ditemukan di dalam urin setelah kadar gula darah normal, maka penyebabnya adalah kelainan di ginjal.  Ketonuria (keton di dalam urin) bisa disebabkan oleh kelaparan, diabetes yang tidak terkontrol dan keracunan alkohol. Keton merupakan hasil pemecahan lemak oleh tubuh. Nitrituria (nitrat di dalam urin) biasanya menunjukkan adanya infeksi, karena kadar nitrat meningkat jika terdapat bakteri. (Rivai, 1995)
Menurut Djuanda, 1980, Ginjal merupakan alat ekskresi yang utama. Ginjal berbentuk menyerupai biji kacang buncis, berwarna merah cokelat. Di dalam tubuh manusia terdapat sepasang ginjal yang terletak di dekat tulang-tulang pinggang. Unit fungsional terkecil dari ginjal adalah nefron. Nefron tersebut terdiri dari struktur vaskuler  yaitu glomerulus  dan struktur non vaskuler  yaitu capsula bowman, tubulus proximal, ansa henle pars desensdes dan pars asendens, tubulus distal, dan duktus koligentes. Tiap ginjal mengandung 1,3 juta nefron, nefron yang berguna sebagai alat filtrasi ini berfungsi untuk menyaring senyawa ini sangat penting dalam tubuh manusia, karena senyawa yang telah terfiltrasi akan terlihat lebih jernih. Hal ini sama seperti yang dipraktikumkan bahwa larutan-larutan kontrol akan terlihat lebih pekat dibandingkan dengan larutan uji (Anshori, 1988).
Darah yang masuk ke dalam nefron melalui alteriol aferen dan selanjutnya menuju glomerulus akan mengalami filtrasi tekanan darah pada arteriol aferen relatif cukup tinggi sedangkan pada arteriol eferen relatif lebih rendah sehingga keadaan ini menimbulkan filtrasi pada glomerulus. Cairan filtrasi pada glomerulus akan masuk menuju tubulus, dari tubulus masuk menuju ansa henle, tubulus distal, duktus koligentes, pelvis ginjal, ureter, vesica urinaria, dan akhirnya keluar berupa urine. Membran glomerulus memiliki ciri khas yang berbeda dengan lapisan pembuluh darah lain, yaitu terdiri dari lapisan endotel kapiler, membrane basalis, lapisan epitel yang melapisi capsula bowman. Dibeberapa tempat di glomeruli kapiler dalam kapsul abowman menunjukkan lobulations. Lapisan parietal datar sedangkan lapisan visceral adalah sel kolumnar sederhana dengan intioval dan berwarna gelap (Syed et al., 2012). Permiabilitas membran glomerulus 100-1000 kali lebih permiabel dibandingkan permiabilitas kapiler pada jaringan lain. Laju Filtrasi Gomerulus (GFR) Glomerulus Filtration Rate dapat diukur dengan menggunakan zat zat yang difiltrasi glomerulus akan tetapi tidak di sekresi maupun di reabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat pada urine diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat pada cairan plasma. Hampir 99% dari cairan filtrate di reabsorpsi kembali bersama zat zat yang terlarut di dalam cairan filtrate tersebut, akan tetapi tidak semua zat zat yang terlarut dapat direabsorpsi sempurna antara lain glukosa dan asam amino. Mekanisme reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu: Transpor Aktif zat zat yang mengalami transpor aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4-, NO3-, glukosa dan asam amino (Syaifuddin, 1997).
Epitel ginjal merupakan bagian yang sensitif terhadap bahan – bahan yang bersifat toksik. Tubulus proksimal merupakan bagian yang paling mudah mengalami kerusakan akibat zat toksik. Hal itu dapat disebabkan karena pada tubulus proksimal terjadi proses absorbsi dan sekresi berbagai zat. Bila terjadi absorbsi bahan toksik pada epitel tubuli akan mengganggu metabolisme dan absorbsi. Jika degenerasi dan nekrosis belum parah, regenersi sel epitel mungkin terjadi setelah penyebabnya dihilangkan (Danuri, 2009). Kelainan atau penyakit yang terjadi pada sistem ekskresi bermacam-macam, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Albuminuria
Albuminuria adalah kelainan pada ginjal karena terdapat albumin dan protein di dalam urine. Hal ini merupakan suatu gejala kerusakan alat filtrasi pada ginjal. Penyakit ini menyebabkan terlalu banyak albumin yang lolos dari saringan ginjal dan terbuang bersama urine. Albumin merupakan protein yang bermanfaat bagi manusia karena berfungsi untuk mencegah agar cairan tidak terlalu banyak keluar dari darah. Penyebab albuminuria di antaranya adalah kekurangan protein, penyakit ginjal, dan penyakit hati.
2. Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah kelainan pada ginjal karena adanya gula (glukosa) dalam urine yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin. Hal ini disebabkan karena proses perombakan glukosa menjadi glikogen terganggu sehingga glukosa darah meningkat. Ginjal tidak mampu menyerap seluruh glukosa tersebut. Akibatnya, glukosa diekskresikan bersama urine. Diabetes melitus harus dikelola dan dikendalikan dengan baik agar penderitanya dapat merasa nyaman dan sehat, serta dapat mencegah terjadinya komplikasi. Upaya untuk mengendalikan diabetes melitus di antaranya adalah:
a) Periksakan ke dokter sesuai jadwal/secara rutin.
b) Minum obat sesuai petunjuk dokter.
c) Mengatur diet.
d) Olahraga secara teratur.
e) Melakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala.
3. Diabetes Insipidus
Diabetes insipidus adalah suatu kelainan pada sistem ekskresi karena kekurangan hormon antidiuretik. Kelainan ini dapat menyebabkan rasa haus yang berlebihan serta pengeluaran urine menjadi banyak dan sangat encer. Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormon antidiuretik, yaitu hormon yang secara alami mencegah pembentukan air kemih yang terlalu banyak. Diabetes insipidus juga bisa terjadi jika kadar hormon antidiuretik normal, tetapi ginjal tidak memberikan respon yang normal terhadap hormon ini (keadaan ini disebut diabetes insipidus nefrogenik). Penyebab lain terjadinya diabetes insipidus (Yatim, 1982)  adalah:
a) Kerusakan hipotalamus atau kelenjar hipofisa akibat pembedahan.
b) Cedera otak (terutama patah tulang di dasar tengkorak).
c) Tumor.
d) Sarkoidosis atau tuberkulosis.
e) Aneurisma atau penyumbatan arteri yang menuju ke otak.
f) Beberapa bentuk ensefalitis atau meningitis.
g) Histiositosis X (penyakit Hand-Schüller-Christian).
Diabetes insipidus dapat diobati dengan mengatasi penyebabnya. Vasopresin atau desmopresin asetat (dimodifikasi dari hormon antidiuretik) dapat diberikan sebagai obat semprot hidung beberapa kali sehari untuk mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal. Tetapi harus hati-hati, karena jika terlalu banyak mengkonsumsi obat ini dapat menyebabkan penimbunan cairan, pembengkakan, dan gangguan lainnya. Suntikan hormon antidiuretik diberikan kepada penderita yang akan menjalani pembedahan atau penderita yang tidak sadarkan diri. Diabetes insipidus juga dapat dikendalikan oleh obat-obatan yang merangsang pembentukan hormon antidiuretik, seperti klorpropamid, karbamazepin, klofibrat, dan berbagai diuretik (tiazid). Tetapi, obat-obat ini tidak mungkin meringankan gejala secara total pada diabetes insipidus yang berat.
4. Nefritis
Nefritis adalah penyakit pada ginjal karena kerusakan pada glomerulus yang disebabkan oleh infeksi kuman. Penyakit ini dapat menyebabkan uremia (urea dan asam urin masuk kembali ke darah) sehingga kemampuan penyerapan air terganggu. Akibatnya terjadi penimbunan air pada kaki atau sering disebut oedema (kaki penderita membengkak).
Gejala ini lebih sering nampak terjadi pada masa kanak-kanak dan dewasa dibandingkan pada orang-orang setengah baya. Penderita biasanya mengeluh tentang rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit punggung, dan udema (bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata (kelopak), mual, dan muntah-muntah. Sulit buang air kecil dan air seni menjadi keruh (Yatim, 1982).
5. Poliuria dan Oligouria
Poliuria adalah gangguan pada ginjal, dimana urine dikeluarkan sangat banyak dan encer. Sedangkan, oligouria adalah urine yang dihasilkan sangat sedikit (Yatim, 1982).
6. Anuria
Anuria adalah kegagalan ginjal sehingga tidak dapat membuat urine. Hal ini disebabkan oleh adanya kerusakan pada glomerulus. Akibatnya, proses filtrasi tidak dapat dilakukan dan tidak ada urine yang dihasilkan. Sebagai akibat terjadinya anuria, maka akan timbul gangguan keseimbangan di dalam tubuh. Misalnya, penumpukan cairan, elektrolit, dan sisa-sisa metabolisme tubuh yang seharusnya keluar bersama urine. Keadaan inilah yang akan memberikan gambaran klinis daripada anuria. Tindakan pencegahan anuria sangat penting untuk dilakukan. Misalnya, pada keadaan yang memungkinkan terjadinya anuria tinggi, pemberian cairan untuk tubuh harus selalu diusahakan sebelum anuria terjadi (Yatim, 1982).






















IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan acara analisis filtrasi ginjal dapat disimpulkan bahwa :
1.         Ginjal mamalia terbagi menjadi dua bagian yang sangat penting, yaitu : Glomerulus dan Nefron.
2.         Nefron berfungsi sebagai alat filtrasi pada mamalia, yang sangat penting bagi tubuh karena akan membersihkan senyawa-senyawa sisa metabolisme.
3.         Hasil filtrasi dari nefron akan berubah menjadi lebih jernih, berbeda dengan sebelum filtrasi yang memiliki warna lebih pekat.
4.         Percobaan sederhana yang dilakukan kelompok 2 berhasil karena, warna yang ditimbulkan setelah filtrasi menjadi lebih jernih dibandingkan dengan larutan kontrol.












DAFTAR REFERENSI
Anshori. 1988. Biologi Jilid I. Geneca Exat. Bandung.
Biggs, A. 1999. Biology : The Dynamic of Life. Merrill Publishing Company, United States of America.
Dahelmi. Ms. 1991. Fisiologi Hewan. Universitas Andalas. Padang.
Danuri Hasim, 2009. Analisis Enzim Alanin Amino Transferase, Aspartat Amino Transferase (ASAT), Urea Darah, Dan HistopatologisHati Dan Ginjal Tikus Putih Galur Sprague-Dawley Setelah Pemberian Angkak. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. XX No. 1.

Djuanda, T. 1980. Pengantar Anatomi Perbandingan Vertebrata. Armico:Bandung.

Kee, L. 2001. Biology : The Living Science. Person Education Asia, Ltd., Singapore.
Lestari Silvia Ajeng Puji, Agus Mulyono. 2010. Analisis citra ginjal untuk identifikasi sel piknosis dan sel nekrosis.
Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.
Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi. ECG.
Syed S.Abbasali, R.A Joshi,N.G. Herekar, 2012. Histogenesis of Kidney in Human Fetuses. International Journal of Recent Trends in Science And Technology, ISSN 2277-2812 E-ISSN 2249-8109, Volume 3, Issue 2, pp 44-48.
Wariyono, Sukis dan Muharomah, Yani. 2008. Mari Belajar Ilmu Sekitar Alam; Panduan Belajar IPA Terpadu untuk Kelas IX SMP/MTS. Jakarta, Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Yatim, W. 1982. Biologi Modern. Tarsito: Bandung.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar