EFEK HORMONAL PADA OVULASI DAN PEMIJAHAN IKAN
Oleh :
Nama
: Ikhwan Mulyadi
NIM
: B1J012187
Rombongan : V
Kelompok : 2
Asisten :
Anisa Rahmawati
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipofisasi adalah suatu cara untuk
merangsang ikan untuk memijah atau terjadinya pengeluaran telur ikan dengan
suntikan ekstrak kelenjar hipofisa. Teknik penyuntikan dengan pemijahan buatan
atau induced breeding yaitu merangsang ikan untuk kawin. Kelenjar hipofisa adalah kelenjar yang dapat mengendalikan beberapa hormon
antara lain hormon pada kelamin jantan (testis) maupun kelamin betina. Hipofisa
berukuran sangat kecil, terletak di sebelah bawah bagian depan otak besar
(diencephalon) sehingga jika otak kiri diangkat, maka kelenjar ini akan
tertinggal. Kelenjar hipofisa terdiri atas 4 bagian masing-masing berurutan
dari depan ke belakang adalah pars tubelaris, pars anterior, pars intermedius
dan neurophisis (Effendi, 1978).
Metode hipofisasi
adalah usaha untuk memproduksi benih dari induk yang tidak mau memijah secara
alami tetapi memiliki nilai jual tinggi dengan kelenjar hipofisasi dari ikan
donor yang menghasilkan hormon yang merangsang pemijahan seperti gonadotropin. Pemijahan
sistem hipofisasi ialah merangsang pemijahan induk ikan dengan menyuntikkan
kelenjar hipofisa. Terdapat 3 cara
penyuntikan hipofisasi yaitu intra muscular, intra cranial, dan intra perineal (Sumantadinata, 1981).
Manfaat hipofisasi untuk merangsang ikan agar memijah atau
terjadinya pengeluaran telur ikan dengan suntikan ekstrak kelenjar hipofisa.
Metode hipofisasi bermanfaat untuk
memproduksi benih dari induk yang tidak mau memijah secara alami tetapi
memiliki nilai jual tinggi. Hipofisasi dengan kelenjar hipofisasa dari ikan
donor yang menghasilkan hormon yang merangsang pemijahan seperti gonadotropin (Ville et al., 1988).
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum adalah merangsang ikan untuk ovulasi dan memijah
dengan induksi kelenjar hipofisis.
II.
MATERI
DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat yang digunakan adalah
pisau besar, centrifuge, ember plastik, gelas ukur, bantalan karet busa
berukuran 40 x 30 cm dilapisi plastik atau talenan, tabung
reaksi, pinset, serta spuit volume 1 cc dan 5 cc.
Bahan yang digunakan adalah
ikan karper matang kelamin atau ikan mas (Cyprinus carpio) sebagai
donor, ikan nilem (Osteochillus hasselti)
sebagai resipien, dan akuabides.
2.2 Cara Kerja
1.
Ikan resipien diaklimasi selama 3-4
hari.
2.
Kepala ikan emas (donor) dipotong
dengan menggunakan pisau besar tepat di belakang operkulum sampai putus.
3.
Pemotongan kedua dilakukan dengan
meletakkan kepala ikan emas dengan mulut dihadapkan ke atas, selanjutnya bagian
belakang kepala dipotong dimulai dari lubang hidung di atas otak sampai putus
sehingga tengkorak kepala terbuka.
4.
Berkas saraf sebelah depan yang
berwarna putih dipotong, kemudian otak diangkat sehingga akan terlihat kelenjar
hipofisis tepat di bawah otak, warnanya putih dan ukurannya lebih kecil dari
butir kacang hijau.
5.
Kemudian kelenjar hipofisis diambil
dengan menggunakan pinset, dimasukkan ke dalam gelas ukur, dicuci dengan
akuabidest, lalu akuabidest dibuang.
6.
Akuabidest ditambahkan sebanyak 1 cc,
kemudian kelenjar hipofisis digerus sampai lumat. Akuabidest ditambahkan sesuai kebutuhan.
7.
Ekstrak kelenjar hipofisis diambil dan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung
reaksi tersebut dimasukkan ke dalam centrifuge dan diputar selama 10 menit.
8.
Ekstrak kelenjar hipofisis tersebut
diambil dan disuntikkan dengan menggunakan spuit ke tubuh ikan resipien, yaitu
0,3 cc untuk jantan dan 0,5 cc untuk betina.
9.
Ikan yang telah disuntik dimasukkan ke
dalam bak pemijahan, lalu dibiarkan selama kurang lebih 10 jam. Dicatat
hasilnya.
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Tabel 3.1 Perlakuan Dosis kelenjar Hipofisis
Keterangan :
(+)
: Terjadi pemijahan
(-) :
Tidak terjadi pemijahan
3.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan, percobaan
hipofisasi yang dilakukan
didapatkan hasil yang diperoleh, kelompok
3 dan 4 dari rombongan IV dengan perlakuan dosis berhasil memijah, sedangkan
yang lain tidak memijah, begitu pula dengan hasil dari rombongan III dengan perlakuan
rasio yang semua ikan tidak ada yang memijah setelah dipelihara selama 8 sampai
12 jam. Ikan resipien yang digunakan adalah ikan nilem (Osteochillus hasselti) sedangkan ikan
donor digunakan ikan mas
(Cyprinus carpio). Menurut Sumantadinata (1981), ikan yang belum matang
kelamin kelenjar hipofisanya mengandung gonadotropin dalam jumlah yang sedikit
sekali atau tidak mengandung gonadotropin. Effendi (1978), menyatakan bahwa tingkat kematangan ikan
pada tiap waktu bervariasi, tingkat kematangan
tertinggi akan didapatkan paling banyak pada saat pemijahan akan tiba. Sistem reproduksi pada ikan dikontrol oleh kelenjar pituitari
yaitu kelenjar hipotalamus, hipofisis–gonad, hal tersebut dipengaruhi oleh
adanya pengaruh dari lingkungan yaitu temperatur, cahaya, cuaca yang diterima
oleh reseptor dan kemudian diteruskan ke sistem syaraf kemudian hipotalamus
melepaskan hormon gonad yang merangsang kelenjar hipofisa serta mengontrol
perkembangan dan kematangan gonad dalam pemijahan (Sumantadinata, 1981). Hipofisa berukuran sangat kecil, terletak di sebelah bawah bagian depan
otak besar (diencephalon) sehingga jika otak kiri diangkat, maka kelenjar ini
akan tertinggal. Kelenjar hipofisa terdiri atas 4 bagian masing-masing
berurutan dari depan ke belakang adalah pars tubelaris, pars anterior, pars
intermedius dan neurophisis (Effendi, 1978).
Syarat ikan donor
adalah matang gonad, satu family dengan ikan resipien, dan perbandingan ikan
donor dan resipien adalah 1,5 : 1. Ciri-ciri ikan yang matang kelamin pada ikan jantan menurut Santoso
(1993) adalah gerakannya lincah dan
gesit mengejar betinanya, jika bagian abdomen distriping akan mengeluarkan
milt, sisiknya kasar jika diraba. Ciri ikan betina matang kelamin
adalah badannya, terutama bagian perut membesar atau buncit, apabila
diraba terasa lembek, gerakannya lambat atau lamban, memberi kesan malas
bergerak, jika distriping akan mengeluarkan sel telur, pada malam hari biasanya
meloncat-loncat.
Ikan yang
berfungsi sebagai ikan donor yang dipilih adalah ikan yang sudah masak kelamin
dan tidak boleh mati lebih dari dua hari sebelum perkawinan. Donor yang paling
baik adalah ikan yang sejenis. Ikan donor harus mempunyai perbandingan dengan
ikan resipien 1,5 : 1, artinya 1,5 kg ikan donor untuk 1 kg ikan resipien.
Hipofisa ikan donor digunakan satuan dosis ikan donor pada ikan resipien adalah
0,4 ml untuk ikan betina dan 0,3 ml untuk ikan jantan (Greene, 1968). Ikan yang
sudah mengalami ovulasi yang setiap mengeluarkan telurnya yaitu ikan yang
menunjukkan gejala gelisah dan sering bergerak ke arah permukaan air setelah
itu akan bertelur. Ciri ikan memijah adalah air berbau amis
dan sedikit berbusa, terlihat adanya sel telur di air (Sumantadinata, 1981).
Pemijahan dapat dibagi menjadi tiga, antara lain pemijahan alami yang
terjadi jika ikan berada di tempat yang sama. Pemijahan semi buatan, jika ikan
sebelumnya telah dirangsang atau dipacu untuk memijah lalu dibiarkan memijah
dengan sendirinya dengan diletakkan di lokasi yang sama. Pemijahan lainnya
adalah pemijahan buatan, dilakukan dengan menstriping milt dan ovum lalu
keduanya dipertemukan dalam suatu tempat (tanpa ada indukan). Fase yang sangat penting
teknologi reproduksi buatan pada ikan adalah perolehan produk sperma yang
berasal dari stimulasi hormon yang telah masak, ovulasi, dan spermiasi yang dilakukan secara
bersamaan (Ville et al.,
1988). Reproduksi merupakan kemampuan
individu untuk menghasilkan
keturunan sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Ikan
memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda, tergantung tingkah laku dan
habitatnya. Sebagian ikan memiliki jumlah telur banyak, namun ukurannya kecil,
sehingga sintasannya rendah. Sebaliknya ikan memiliki telur sedikit, ukurannya besar. Kegiatan
reproduksi pada setiap jenis hewan air berbeda-beda, tergantung kondisi
lingkungannya (Susanto, 1992).
Setelah
penyuntikkan dilakukan, ekstrak kelenjar hipofisa akan mempengaruhi kehidupan
ikan resipien melalui suatu mekanisme. Mekanisme ini dimulai dengan adanya
rangsangan atau stimulus yang digunakan oleh hipotalamus untuk merangsang
sekresi GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone). GnRH melalui vessel dibawa ke
adenohipofisa. Adenohipofisa mensekresikan hormon gonadotropin yang kemudian
lewat peredaran darah dibawa menuju gonad. Gonadotropin ini akan memacu gonad
dalam proses spermatogenesis (Ville et
al., 1988). Sumantadinata (1981) menyatakan bahwa, hormon ini pada ikan
sekaligus berfungsi sebagai FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH
(Lutenezing Hormone), seperti pada mamalia.
Hormon reproduksi ikan yang berperan menurut Susanto
(1992) adalah gonadotropin yaitu Leuteinizing Hormone (LH) dan Folicle
Stimulating Hormone (FSH). Hormon gonadotropin tersebut dihasilkan oleh
kelenjar adenohipofisa yang akan merangsang proses pemasakan ovulasi yang pada
akhirnya merangsang induk betina untuk memijah. Kelenjar hipofisa akan
menghasilkan hormon yang berperan dalam kegiatan seksual dan gonadotropin.
Hipofisis terdiri dari 2 bagian utama yaitu limfosit dan granumatus (Gutenberg et al., 2009). Terdapat tiga macam hormon
thyropin yang berfungsi mengatur kerja thyroid dan gonadotropin yang dihasilkan
oleh sel chianophil yang terletak pars distalis, dan berperan dalam pematangan
gonad dan mengawasi sekresi hormon-hormon yang dihasilkan oleh gonad, dimana
hormon tersebut berperan dalam proses pemijahan. Hormon lain yaitu ICSH
(Intestill Cell Stimulating Hormone) yang dapat mengontrol sekresi estrogen dan
progesteron dalam ovarium dan testoteron dalam testis. Testosteron dibutuhkan
dalam alam melengkapi proses spermatosit bersama dengan sekresi pituitary dari
ICSH. Ovaprim adalah campuran analog salmon
GnRH dan Anti dopamine dinyatakan bahwa setiap 1 mL ovaprim mengandung 20 mg sGnRH-a (D-Arg6-Trp7,
Lcu8,Prog-NET) – LHRH dan 10 mg Anti dopamine. Ovaprim juga berperan dalam
memacu terjadinya ovulasi. Peranan-peranan hormon LHRH adalah untuk
kematangan gonad ikan (Simanjuntak, 1985).
Hipofisis tergolong dalam dua bentuk
histopatologi, yaitu
limfositik dan granulanomous. Hipofisitis limfositik dijumpai pada banyak
bentuk. Hipofisitis granulanomous mempunyai perbedaan epidemiologi. Diameter
normal dari kelenjar hipofisis adalah 3.25±0.56 mm pada level optik dan
mencapai 1.91±0.4 mm pada insersi kelenjar hipofisis (Gutenberg et al., 2009). Faktor-faktor lingkungan
seperti suhu, cahaya, sifat fisik dan kimia juga mempengaruhi tingkah laku
hewan. Suhu dan cahaya akan mempengaruhi sistem saraf dan otak pada proses
pemijahan, dimana suhu optimum yang dibutuhkan ikan untuk memijah ialah 28-30OC.
Rangsangan dari saraf pusat akan dihantarkan ke hipotalamus dan akan
mengeluarkan GnRH yang akan merangsang sistem saraf pusat untuk meneruskan
rangsang ke sel-sel gonadotropin yang berada dalam sistem hormon tersebut, yang
merangsang gonad untuk menghasilkan hormon gonadotropin yang dibutuhkan dalam
proses pemijahan (Bond, 1979).
Menurut Nasution (2004), umumnya ikan akan terus menerus
memijah setelah pertama kali matang gonad, namun bergantung kepada daur
pemijahannya, ada yang satu tahun sekali, beberapa kali dalam satu tahun, dan
sebagainya. Beberapa faktor yang mempengaruhi dan menentukan daur reproduksi
antara lain adalah suhu, oksigen terlarut dalam perairan dan hormon yang
berperan dalam reproduksi yang dapat memacu organ-organ reproduksi untuk
berfungsi. Umur pada awal reproduksi bervariasi terhadap jenis kelamin. Bagi
ikan jantanmaupun betina, umur pertama kali memijah bergantung kepada kondisi
lingkungan yang sesuai. Saat lingkungan yang tidak sesuai untuk tumbuh dan
mempertahankan sintasan, ikan-ikan cenderung akan menangguhkan pemijahan,
karena akan menurunkan tingkat pertumbuhan dan sintasan, sehingga reproduksi
cenderung akan berlangsung pada umur lebih muda.
Faktor internal yang mempengaruhi
pemijahan ikan adalah faktor fisiologis dan psikologis ikan seperti ikan belum
matang kelamin atau ikan dalam keadaan stress. Faktor eksternal yang
mempengaruhi pemijahan ikan seperti cahaya, temperatur, dan arus atau aliran
air. Susanto (1992), menambahkan bahwa suhu air merupakan salah satu faktor
fisik yang dapat mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan ikan serta proses
metabolisme lainnya. Kisaran suhu dalam bak pemijahan yang tidak sesuai dengan
batas toleransi ikan akan dapat menggagalkan proses pemijahan. Faktor lain yang sangat berpengaruh yaitu cara
pengambilan dan penyuntikan ikan. Pengambilan ikan harus hati-hati untuk
keberhasilan hipofisasi. Luka atau hilangnya sisik dapat mengakibatkan ikan
resipien tidak dapat memijah walaupun telah diberikan suntikan ekstrak
hipofisa, karena gangguan
secara fisiologis pada ikan.
Proses hipofisasi
dilakukan dengan cairan ekstrak kelenjar hipofisa disuntikkan ke dalam tubuh
ikan secara intra muskular, yaitu melalui otot punggung diantara sisik. Cara penyuntikan
dalam hipofisasi dapat dilakukan secara muscular, yaitu dengan cara menyuntik lewat punggung atau otot batang
ekor, kemudian secara intra peritoneal, yaitu dengan cara menyuntikkan ke dalam rongga perut,
lokasinya antara kedua sirip perut sebelah depan atau antara sirip dada sebelah
depan. Suntikan ini disejajarkan dengan dinding perut. Teknik penyuntikan yang lainnya adalah secara intra cranial, yaitu dengan cara menyuntikkan lewat kepala. Suntikan ini
dengan memasukkan jarum injeksi ke dalam rongga otak melalui tulang occipitial
pada bagian yang tipis (Sumantadinata, 1981).
Menurut Bond (1979), mekanisme hipofisasi dimulai ketika rangsangan dari syaraf pusat
diantarkan ke hipotalamus, setelah lebih dahulu diolah oleh reseptor seperti
mata dan sirip. Hipotalamus akan mengeluarkan GnRH yang akan merangsang gonad untuk menghasilkan hormon gonadotropin
yang dibutuhkan dalam proses pemijahan. Hormon-hormon tersebut akan segera
mempengaruhi kerja dari alat-alat kelamin pada ikan yaitu testis dan ovarium.
Testis akan menghasilkan androgen steroid dan ovarium akan menghasilkan
estrogen. Mekanisme hormon kelamin adalah hormon
steroid seperti estrogen, kortisol, aldosteron dan lain-lain, masuk ke dalam
sasaran kemudian merangsang aktivitas gen maka ikan akan segera memijah.
IV.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan praktikum acara efek
hormonal pada ovulasi dan pemijahan ikan dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Hipofisa berukuran sangat
kecil, terletak di sebelah bawah bagian depan otak besar (diencephalon) sehingga
jika otak kiri diangkat, maka kelenjar ini akan tertinggal. Kelenjar hipofisa
terdiri atas 4 bagian masing-masing berurutan dari depan ke belakang adalah
pars tubelaris, pars anterior, pars intermedius dan neurophisis.
2.
Ciri ikan memijah adalah
air berbau amis dan sedikit berbusa, terlihat ada sel telur di dalam air.
DAFTAR REFFERENSI
Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. WB Soundary Company, Phyladelphia.
Effendi, M. I. 1978. Metode Biologi
Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.
Greene, G. H. 1968. Reproduction Control Factor in Cyprin Fish. Brachidonioresio Droct
Fao Word Synaton Warm Pond Fish Culture.
Gutenberg,
A. et al. 2009. A Radiologic Score to
Distinguish Autoimmune Hypophysitis from Nonsecreting Pituitary Adenoma
Preoperatively. AJNR
Am J Neuroradiol 30:1766 –72.
Nasution, S. H. 2004. Karakteristik Reproduksi Ikan Rainbow
Selebensis (Telma
therina celebrensis Boulenger). Jurnal Makalah Individu
S3 IPB. Hal. 1-8.
Santoso, B. 1993. Petunjuk Praktis
Budidaya Ikan Mas. Kanisius, Yogyakarta.
Simanjuntak, R. H. 1985. Pembudidayaan
Ikan Lele. Bathara Jaya Aksara,
Jakarta.
Sumantadinata, K. 1981. Pengembangan Ikan-Ikan Pemeliharaan di Indonesia. Sastra Hudaya,
Bogor.
Susanto, H. 1992. Budidaya Ikan di Pekalongan. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Ville, C.A. Warren, F. W.
Jr. Robert. 1988. Zoologi Umum.
Erlangga, Jakarta.